PPCBlogger

Senin, 29 Desember 2014

CERPEN CINTA DALAM HATI


Namaku vina karina, Karin sebutan temanku biasa memanggilku. Aku, Via, Nuri dan Septin kami sudah berteman sejak duduk di bangku SMP,dan hari ini adalah hari yang amat aku dan tamanku nanti,karena hari ini pertama aku masuk SMA.

Senang rasanya hari ini memasuki masa orientasi untuk hari pertama, seperti biasa di bagi tiap regu kelompok dan aku masuk kalompok suku banyuke ada kakak pendampingnya dia bernama Aldy dia duduk kelas 2 selisih setahun sama aku, kayaknya sih baik si kakak ini tapi agak jutek,tak lupa kamipun satu persatu berkenalan dengan teman kelompok,acara di mulai berbagai permainan kami jalani dan berbagai hukumanpun kami dapatkan.

Tapi ini hari sangat menyenangkan bertambah teman,pengalaman tentunya,hari pertama sukses aku jalani,Aku,Via,nuri,dan Septin bargegas untuk pulang kerumah,sampai di rumah kami harus menyiapkan bekal untuk MOS hari esok,keesokan hari kami berempat bergegas berangkat untuk tidak telat karena akan dapat hukuman kalau telat,kamipun sampai juga di sekolah dan langsung apel seperti biasa selanjutnya kegiatan MOS,,,,,,,dan begitu selanjutnya sampai hari terakhir.

Hari pertama aku masuk untuk mengikuti pelajaran,tapi sebelumnya cari kelas dan tempat duduk,kebetulan aku dan via satu kelas jadi tak perlu cari teman buat duduk bareng,bel berbunyi krriiiiiinnnggggg’’’’’’’’’’’’’; kamipun siap untuk mengikuti pelajaran pertama,tapi sebelumnya guruku meminta untuk perkenalan terlebih dahulu,Bagas begitu aku termenung melihat sosok dia yang kalem santun dan lembut bicaranya,ah bodoh aku kan baru lihat dia mungkin cuma perasaanku saja,pelajaranpun di lanjut guruku menerangkn dengan serius,tapi aku gak bias konsent mataku jlalatan bawaannya selalu tertuju pada Bagas,kenapa sih aku gak biasanya kayak gini aneh,Viapun bertanya,,kenapa kamu Rin???jawabku gak apa-apa kok Vi jawabku datar,,,,kamu perhatikan dong gurunya nerangkan nanti kamu gak ngerti lho!!!!! Iya Vi ne udah ku perhatikan,,,,bel udah berbunyi waktunya kami berempat bergegas untuk ke kantin,lagi dan lagi cowok itu muncul,,sambil mendesah!!!! Siapa Rin Tanya Nuri?????sambil keheranan,,,!!!! Siapa lagi kalau bukan si Bagas,,,owww Bagas to jawab Via mendesir,,,udah yuk kita makan keburu bel nanti,,bel bunyi lagi waktunya masuk kelas masing-masing pelajaran selanjutnya di mulai,lagi dan lagi mata dan fikiranku tertuju pada si Bagas,,akupun berusaha mengalihkan fikiranku ke pelajaran tapi tetap gak bisa,,jantungku berdebar cepat dak fikiranku mulai gak tenang dan hilang semua konsent pelajaranku guruku mengakhiri pelajaran dan waktunya untuk pulang,,sampai di halaman sekolah Bagas menghampiri aku,,dan ngobrol banyak ntah apa yang aku obrolin gak terasa udah dekat dari rumah,gak lama Bagaspun pamit pada kami untuk belok ke gang rumahnya sambil berkata:mampir yuk!!! Jawab kami iya terima kasih lain kali aja,,,kami terus berjalan dan akhirnya sampai rumah juga,,hari yang sangat melelahkan bercampur bahagia itu yang aku rasakan perasaan yang aneh dan selalu bertanya-tanya tentang Bagas,kenapa fikiranku selalu memikirkan Bagas sampai malam larut aku tak nyenyak tidur di fikiranku selalu teringat dia tadi saat bicara di depan kelas,mataku tak kuat lagi wktunya tidur dan besok harus bangun pagi,

Suara alarm membangunkanku udah pasti udah pagi, waktunya bangun dan mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah, teriakan suara temanku udah terdengar aku harus pamit pada kedua orang tuaku untuk berangkat sekolah, kamipun berangkat seperti biasa berempat, kami berjalan dan tak kuduga Bagas terlihat berdiri entah nunggu siapa, tak lama Bagas malambaikan tangan pada kami, Dia berkata” aku udah lama nunggu kalian ayo cepat udah agak siang ini”, iya sabar singkat jawab kami.

Kamipun berangkat bereng bersama dengan Bagas tak terasa sampai juga di sekolah, tak lama bel pun mendering kamipun bersiap menuju kelas untuk mengikuti pelajaran, ada yang aneh dari si Bagas kenapa dia memandangku seperti itu??? dalam hatiku bicara, jam pelajaran udah berakhir, dengan perasaan kaget Bagas menghampiri aku untuk mengajakku ke kantin bersama-sama, kamipun bergegas ke kantin untuk makan dengan penuh canda kami ngobrol, gak seperti biasanya perasaanku bahagia banget ntah apa yang aku rasakan aku juga bingung, wknya istirahat udah berakhir sa’atnya pelajaran selanjutnya, Bagas tak henti-hentinya melihat aku di kelas begitu dia seterusnya sampai jam pelajaran habis, pulang sekolah Bagas pulang bersama kami, keesokan harinya Bagas datang kerumah dan mengajakku jalan-jalan tak bisa aku menolak dalam hatiku dan akhirnya aku ngangguk dan berkata iya, kamipun jalan berdua.

Keesokan harinya ada yang tak lengkap di kelasku si bagas tak datang di kelas,, sepulang sekolah kami mampir kerumah Bagas yang kebetulan satu perum untk memastikan kenapa dia sebenarnya, sampai di rumah Bagas tak terlihat siapapun,kamipun memutuskan untuk pulang.

Sampai di rumah perasaanku mulai cemas, fikiranku yang ada hanya Bagas, dan aku selalu bertanya:???? "kenapa dia??" mulai saat ini aku merasakan perasaan yang amat aneh mungkin ini yang di namakan CINTA tapi aku tak sepenuhnya paham apa itu cinta, yang jelas perasaanku ke bagas beda dengan perasaanku sebelumnya itu yang aku rasakan sekarang.

Sudah 3 hari Bagas tak terlihat, perasaan cemasku gak bisa hilang selalu memikirkan dia dan dia, gak ada kabar yang pasti, aku ingin ngobrol dan bercanda sama Bagas itu yang aku inginkan saaat ini.

Keesokan harinya Bagas datang kesekolah tentunya dengan wajah yang penuh semangat, tak lupa dia selalu menyapaku, ”Pagi Karin”???  “Pagi juga Bagas” jawabku singkat,sambil tersenyum.

Udah cukup lama aku dan Bagas selalu bersama-sama, tak ada yang berubah dari seorang Bagas di tetap yang dulu, seorang yang santun, begitupun perasaanku gak berubah sedikitpun dari yang dulu tetap.

Tiga hari lagi aku genap berusia 18 tahun, aku pengen meranyakan hari bahagiaku bersama orang yang aku sayang selain orang tuaku dan adik-adikku, tapi siapa ???”!!! ntahlah pikiranku terlalu berharap banyak untuk itu sedangkan pacar aja gak punya, tapi aku selalu berfikir Bagas bisa menemaniku saat hari bahagiaku nanti tapi itu gak mungkin.

Keesokan hari kudengar kabar yang membuat hatiku terpukul, bahwa hari ini Bagas masuk rumah sakit lagi karena penyakitnya kambuh lagi, dia sudah lama menderita penyakit dalam, hatiku gundah perasaan cemas selalu datang di setiap aku mengingat dia.

Malam hari dan bertepatan dengan hari ultahku aku merayakan kebahagiaan ini bercampur perasaan gundah,dan malam itu juga aku datang ke rumah sakit untuk melihat keadaan Bagas,sesampai di rumah sakit aku melihat Bagas berbaring dengan mata terpejam,tak lama ada seorang ibu menghapiriku di depan jendela,dan bertanya.”??
Ibu : sedang apa adek di situ?
Jawabku : lihat teman sakit.!!
Ibu : siapa??
Jawabku : Bagas .!!
Ibu : Benarkah?
Jawabku : iya,memang kenapa bu??
Ibu : kamu temannya Bagas anak saya??
Jawabku : iya,teman sekelasnya dia.!!
Ibu : kalau gitu silahkan masuk.!!!
Jawabku : terima kasih ibu.bergegas kedalam`````….

Sang ibu pun ngobrol banyak sama aku dan Tanya-tanya tentang aku,tak lama ia mengeluarkan kertas kecil ntah apa itu,tak ku duga ia mengasihkan kertas kecil itu padaku,beliau bilang ini titipan dari Bagas dan ia tak tau persis apa pesannya.

Tak lama ibu pamit untuk keluar sebentar,akupun nunggu Bagas sendirian dan aku mandekati dia ku genggam tangannya seakan ku tak mau kehilangan dia sambil ku berdoa,tak lama ibu datang,gantian aku pamit keluar sebentar kepada ibu,aku duduk sambil merenung tak lama terdengar jeritan dari kamar Bagas di rawat akupun segera masuk kedalam ibu Bagas menangis histeris dan ternyata Bagas tutup usia, akupun larut dalam kesedihan tak mampu ku bendung air mata ini yang terus menetes,ku hanya bisa terdiam melihat kenyataan ini,akupun membaca surat dari Bagas,perlahan ku mulai membaca yang isinya. “hari ini adalah hari bahagiamu yang genap 18 tahun,happy birthday yach,,,,,,Sehat selalu dan selalu di lindungi tuhan YME, Karin,sudah lama kita bersama-sama tapi aku gak berani ngungkapin perasaan ku ke kamu yang sebenarnya aku sayang sama kamu,meskipun aku gak bisa miliki kamu tapi aku selalu sayang kamu dan selalu ingat kamu di sana” tanpa sadar hatiku menjerit dan aku meneteskan air mata yang ternyata Bagas juga sayang sama aku sebaliknya aku ,tapi semua telah berlalu dan hanya kenangan kita.

Ini adalah hari terindahku juga kado terindahku sekaligus hari dukaku,kamu telah kembali,selamat datang kesendirian,selamat datang kesedihan dan selamat jalan “CINTA DALAM HATIKU”.

TAMAT
- See more at: http://manicmaybe.blogspot.com/2013/12/cerpen-cinta-romantis-terbaik-cinta.html#sthash.er0sykzK.dpuf
CERPEN CINTA DALAM HATI


Namaku vina karina, Karin sebutan temanku biasa memanggilku. Aku, Via, Nuri dan Septin kami sudah berteman sejak duduk di bangku SMP,dan hari ini adalah hari yang amat aku dan tamanku nanti,karena hari ini pertama aku masuk SMA.

Senang rasanya hari ini memasuki masa orientasi untuk hari pertama, seperti biasa di bagi tiap regu kelompok dan aku masuk kalompok suku banyuke ada kakak pendampingnya dia bernama Aldy dia duduk kelas 2 selisih setahun sama aku, kayaknya sih baik si kakak ini tapi agak jutek,tak lupa kamipun satu persatu berkenalan dengan teman kelompok,acara di mulai berbagai permainan kami jalani dan berbagai hukumanpun kami dapatkan.

Tapi ini hari sangat menyenangkan bertambah teman,pengalaman tentunya,hari pertama sukses aku jalani,Aku,Via,nuri,dan Septin bargegas untuk pulang kerumah,sampai di rumah kami harus menyiapkan bekal untuk MOS hari esok,keesokan hari kami berempat bergegas berangkat untuk tidak telat karena akan dapat hukuman kalau telat,kamipun sampai juga di sekolah dan langsung apel seperti biasa selanjutnya kegiatan MOS,,,,,,,dan begitu selanjutnya sampai hari terakhir.

Hari pertama aku masuk untuk mengikuti pelajaran,tapi sebelumnya cari kelas dan tempat duduk,kebetulan aku dan via satu kelas jadi tak perlu cari teman buat duduk bareng,bel berbunyi krriiiiiinnnggggg’’’’’’’’’’’’’; kamipun siap untuk mengikuti pelajaran pertama,tapi sebelumnya guruku meminta untuk perkenalan terlebih dahulu,Bagas begitu aku termenung melihat sosok dia yang kalem santun dan lembut bicaranya,ah bodoh aku kan baru lihat dia mungkin cuma perasaanku saja,pelajaranpun di lanjut guruku menerangkn dengan serius,tapi aku gak bias konsent mataku jlalatan bawaannya selalu tertuju pada Bagas,kenapa sih aku gak biasanya kayak gini aneh,Viapun bertanya,,kenapa kamu Rin???jawabku gak apa-apa kok Vi jawabku datar,,,,kamu perhatikan dong gurunya nerangkan nanti kamu gak ngerti lho!!!!! Iya Vi ne udah ku perhatikan,,,,bel udah berbunyi waktunya kami berempat bergegas untuk ke kantin,lagi dan lagi cowok itu muncul,,sambil mendesah!!!! Siapa Rin Tanya Nuri?????sambil keheranan,,,!!!! Siapa lagi kalau bukan si Bagas,,,owww Bagas to jawab Via mendesir,,,udah yuk kita makan keburu bel nanti,,bel bunyi lagi waktunya masuk kelas masing-masing pelajaran selanjutnya di mulai,lagi dan lagi mata dan fikiranku tertuju pada si Bagas,,akupun berusaha mengalihkan fikiranku ke pelajaran tapi tetap gak bisa,,jantungku berdebar cepat dak fikiranku mulai gak tenang dan hilang semua konsent pelajaranku guruku mengakhiri pelajaran dan waktunya untuk pulang,,sampai di halaman sekolah Bagas menghampiri aku,,dan ngobrol banyak ntah apa yang aku obrolin gak terasa udah dekat dari rumah,gak lama Bagaspun pamit pada kami untuk belok ke gang rumahnya sambil berkata:mampir yuk!!! Jawab kami iya terima kasih lain kali aja,,,kami terus berjalan dan akhirnya sampai rumah juga,,hari yang sangat melelahkan bercampur bahagia itu yang aku rasakan perasaan yang aneh dan selalu bertanya-tanya tentang Bagas,kenapa fikiranku selalu memikirkan Bagas sampai malam larut aku tak nyenyak tidur di fikiranku selalu teringat dia tadi saat bicara di depan kelas,mataku tak kuat lagi wktunya tidur dan besok harus bangun pagi,

Suara alarm membangunkanku udah pasti udah pagi, waktunya bangun dan mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah, teriakan suara temanku udah terdengar aku harus pamit pada kedua orang tuaku untuk berangkat sekolah, kamipun berangkat seperti biasa berempat, kami berjalan dan tak kuduga Bagas terlihat berdiri entah nunggu siapa, tak lama Bagas malambaikan tangan pada kami, Dia berkata” aku udah lama nunggu kalian ayo cepat udah agak siang ini”, iya sabar singkat jawab kami.

Kamipun berangkat bereng bersama dengan Bagas tak terasa sampai juga di sekolah, tak lama bel pun mendering kamipun bersiap menuju kelas untuk mengikuti pelajaran, ada yang aneh dari si Bagas kenapa dia memandangku seperti itu??? dalam hatiku bicara, jam pelajaran udah berakhir, dengan perasaan kaget Bagas menghampiri aku untuk mengajakku ke kantin bersama-sama, kamipun bergegas ke kantin untuk makan dengan penuh canda kami ngobrol, gak seperti biasanya perasaanku bahagia banget ntah apa yang aku rasakan aku juga bingung, wknya istirahat udah berakhir sa’atnya pelajaran selanjutnya, Bagas tak henti-hentinya melihat aku di kelas begitu dia seterusnya sampai jam pelajaran habis, pulang sekolah Bagas pulang bersama kami, keesokan harinya Bagas datang kerumah dan mengajakku jalan-jalan tak bisa aku menolak dalam hatiku dan akhirnya aku ngangguk dan berkata iya, kamipun jalan berdua.

Keesokan harinya ada yang tak lengkap di kelasku si bagas tak datang di kelas,, sepulang sekolah kami mampir kerumah Bagas yang kebetulan satu perum untk memastikan kenapa dia sebenarnya, sampai di rumah Bagas tak terlihat siapapun,kamipun memutuskan untuk pulang.

Sampai di rumah perasaanku mulai cemas, fikiranku yang ada hanya Bagas, dan aku selalu bertanya:???? "kenapa dia??" mulai saat ini aku merasakan perasaan yang amat aneh mungkin ini yang di namakan CINTA tapi aku tak sepenuhnya paham apa itu cinta, yang jelas perasaanku ke bagas beda dengan perasaanku sebelumnya itu yang aku rasakan sekarang.

Sudah 3 hari Bagas tak terlihat, perasaan cemasku gak bisa hilang selalu memikirkan dia dan dia, gak ada kabar yang pasti, aku ingin ngobrol dan bercanda sama Bagas itu yang aku inginkan saaat ini.

Keesokan harinya Bagas datang kesekolah tentunya dengan wajah yang penuh semangat, tak lupa dia selalu menyapaku, ”Pagi Karin”???  “Pagi juga Bagas” jawabku singkat,sambil tersenyum.

Udah cukup lama aku dan Bagas selalu bersama-sama, tak ada yang berubah dari seorang Bagas di tetap yang dulu, seorang yang santun, begitupun perasaanku gak berubah sedikitpun dari yang dulu tetap.

Tiga hari lagi aku genap berusia 18 tahun, aku pengen meranyakan hari bahagiaku bersama orang yang aku sayang selain orang tuaku dan adik-adikku, tapi siapa ???”!!! ntahlah pikiranku terlalu berharap banyak untuk itu sedangkan pacar aja gak punya, tapi aku selalu berfikir Bagas bisa menemaniku saat hari bahagiaku nanti tapi itu gak mungkin.

Keesokan hari kudengar kabar yang membuat hatiku terpukul, bahwa hari ini Bagas masuk rumah sakit lagi karena penyakitnya kambuh lagi, dia sudah lama menderita penyakit dalam, hatiku gundah perasaan cemas selalu datang di setiap aku mengingat dia.

Malam hari dan bertepatan dengan hari ultahku aku merayakan kebahagiaan ini bercampur perasaan gundah,dan malam itu juga aku datang ke rumah sakit untuk melihat keadaan Bagas,sesampai di rumah sakit aku melihat Bagas berbaring dengan mata terpejam,tak lama ada seorang ibu menghapiriku di depan jendela,dan bertanya.”??
Ibu : sedang apa adek di situ?
Jawabku : lihat teman sakit.!!
Ibu : siapa??
Jawabku : Bagas .!!
Ibu : Benarkah?
Jawabku : iya,memang kenapa bu??
Ibu : kamu temannya Bagas anak saya??
Jawabku : iya,teman sekelasnya dia.!!
Ibu : kalau gitu silahkan masuk.!!!
Jawabku : terima kasih ibu.bergegas kedalam`````….

Sang ibu pun ngobrol banyak sama aku dan Tanya-tanya tentang aku,tak lama ia mengeluarkan kertas kecil ntah apa itu,tak ku duga ia mengasihkan kertas kecil itu padaku,beliau bilang ini titipan dari Bagas dan ia tak tau persis apa pesannya.

Tak lama ibu pamit untuk keluar sebentar,akupun nunggu Bagas sendirian dan aku mandekati dia ku genggam tangannya seakan ku tak mau kehilangan dia sambil ku berdoa,tak lama ibu datang,gantian aku pamit keluar sebentar kepada ibu,aku duduk sambil merenung tak lama terdengar jeritan dari kamar Bagas di rawat akupun segera masuk kedalam ibu Bagas menangis histeris dan ternyata Bagas tutup usia, akupun larut dalam kesedihan tak mampu ku bendung air mata ini yang terus menetes,ku hanya bisa terdiam melihat kenyataan ini,akupun membaca surat dari Bagas,perlahan ku mulai membaca yang isinya. “hari ini adalah hari bahagiamu yang genap 18 tahun,happy birthday yach,,,,,,Sehat selalu dan selalu di lindungi tuhan YME, Karin,sudah lama kita bersama-sama tapi aku gak berani ngungkapin perasaan ku ke kamu yang sebenarnya aku sayang sama kamu,meskipun aku gak bisa miliki kamu tapi aku selalu sayang kamu dan selalu ingat kamu di sana” tanpa sadar hatiku menjerit dan aku meneteskan air mata yang ternyata Bagas juga sayang sama aku sebaliknya aku ,tapi semua telah berlalu dan hanya kenangan kita.

Ini adalah hari terindahku juga kado terindahku sekaligus hari dukaku,kamu telah kembali,selamat datang kesendirian,selamat datang kesedihan dan selamat jalan “CINTA DALAM HATIKU”.

TAMAT
- See more at: http://manicmaybe.blogspot.com/2013/12/cerpen-cinta-romantis-terbaik-cinta.html#sthash.er0sykzK.dpuf

Selasa, 11 November 2014


Ini bukan yang pertama bagi ku jika aku harus kehilangan wahyu untuk yang ketiga kalinya, wahyu laki-laki manis yang selalu mengisi hati ku, tapi kali ini wahyu benar-benar membuat aku kecewa. Aku tak pernah menyangka setega itu wahyu padaku “salah apa aku sebenarnya sampai-sampai wahyu tega melakukan itu aku Cuma ingin dia tau kalau aku sayang sama dia aku selalu mencoba tuk bersabar menerima semua pelecehan yang dia lakukan padaku aku nggak habis fikir kalau wahyu sekejam itu padaku dia pikir dia itu siapa…” kataku dalam hati.
Cerita itu dimulai saat aku baru jadian dengan dimas cowokku sekarang, aku merasa kalau wahyu masih suka sama aku karena waktu itu dia menelfonku dia bilang kalau dia masih sayang sama aku dia masih cinta sama aku sontak hatiku pun girang, aku dibuat melambung olehnya kata-katanya yang manis membuat aku terlena di dalamnya tak seperti biasanya kali ini dia lebih anggun padaku “aku sayang kamu din sungguh…” kata dia “kalau memang kamu sayang sama aku buktikan dong yu jangan Cuma NATO kalau memang benar kamu sayang sama aku datang ke rumahku besok sepulang sekolah…” kataku menantang.
Aku kira dia tidak akan datang tapi ternyata keesokan harinya setelah aku pulang sekolah wahyu datang ke rumahku dengan temannya.
Aku benar-benar gak percaya. “kok sepi ibu dimana din” tanya wahyu “ke rumah saudaraku ada acara arisan” jawabku tiba-tiba temannya berdiri “aku cari pulsa dulu ya yu” “jangan lama-lama put” kata wahyu
Setelah temannya pergi tiba-tiba wahyu memeluk aku aku bener-bener kaget hatiku rasanya kacau entah apa yang aku rasakan entah senang atau takut “aku kangen din kangen banget sama kamu” kata wahyu aku hanya terdiam “jujur din aku masih sayang sama kamu aku gak pernah bisa lupain kamu din… asal kamu tau hatiku sakit saat aku denger kamu jadian sama dimas please din kembali ke aku aku gak sanggup bila harus pisah sama kamu” katanya sambil mempererat pelukannya.
“bagaimana dengan dimas aku gak mungkin ninggalin dia aku memang sayang sama kamu tapi dimas…”
“din aku tau kamu masih sayang sama aku aku tau kamu masih cinta sama aku begitupun aku kita bisa diam-diam jalani hubungan ini ya din please” sahut wahyu tapi aku hanya terdiam.
Suasana berubah seolah-olah dalam pertunjukan teater aku melihat mata wahyu seolah-olah dia menujukkan kalau dia benar-benar sayang sama aku. Aku merasa melayang saat bibir wahyu mengecup bibirku suasana romantis yang aku rasakan lama kelamaan tangan nakal wahyu mulai beraksi mendarat di daerah-daerah rawan tubuhku ini belum pernah aku lakukan sebelumnya sama wahyu biasanya kami hanya berpelukan tapi kini lain. Perlahan wahyu merebahkan tubuhku di kursi tempat kami duduk tangannya menggerayang membuat aku semakin melayang, perlahan aku mulai sadar dengan apa yang kami lakukan aku mendorong tubuh wahyu lalu merapikan pakaianku yang berantakan “apa yang kamu lakukan sama aku yu” tanya ku .
“din… aku aku aku khilaf din maafin aku maafin aku din semua terjadi begitu aja maafin aku din aku sayang sama kamu” kata wahyu meyakinkan aku lagi-lagi aku Cuma terdiam tak lama kemudian teman wahyu datang wahyu berpamitan untuk pulang karena sebelumnya sudah ada seseorang yang menelfonnya.
Setelah itu entah mengapa aku semakin percaya dengan wahyu dan saat itu pula aku menggantung hubunganku dengan dimas tapi ternyata itu gak berlangsung lama wahyu mulai terlihat beda dia gak pernah sms aku lagi apa lagi menelfonku tiap aku sms dia gak pernah bales aku bingung ada apa lagi dengan wahyu apa dia kembali lagi seperti dulu sampai suatu hari aku denger dari salah seorang temenku ternyata wahyu sudah punya pacar lagi hatiku begitu sakit hancur kenapa wahyu tega seperti itu aku mencoba tuk menghubungi wahyu tapi ternyata nomornya pun sudah tidak aktif dan saat itu pula dimas tau kalau aku menduakannya dengan temanya sendiri “tega kamu din duain aku dengan temanku sendiri sebenernya apa sih mau kamu” kata dimas marah padaku “sayang maafin aku…” kataku memohon
“sekarang kamu pilih wahyu atau aku jawab…” tanya dia
“aku aku gak tau aku bingung mas…”
“harusnya aku gak perlu tanya udah jelas kamu pasti pilih wahyu kamu emang gak pernah sayang sama aku kalau gitu mulai sekarang kita…“
“aku pilih kamu mas aku pilih kamu aku sayang sama kamu aku akan lakuin apa aja supaya kamu percaya kalau aku sayang sama kamu” kataku
“oke kalau gitu kamu putusin wahyu hari ini juga kamu lupain wahyu dan kamu harus jaanji akan lupain dia untuk selamanya lupain perasaanmu sama dia” pinta dimas
“iya mas aku akan lakukan itu”
Mulai saat itu lah aku tak pernah lagi memperdulikan wahyu aku tau wahyu gak pernah sayang sama aku jadi buat apa aku terus-terusan menyimpan perasaan sayang sama dia lebih baik aku lupain dia.
Cerpen Karangan: Ruli Larasati
Facebook: Rully Laras

“Hei, kenapa kamu marah kubilang cantik?” Galih menarik tanganku.
“Jangan merayuku lagi! Aku nggak suka!”
“Tapi aku suka.”
“Galih..!!!” Buku yang kupegang spontan melayang padanya.
Itu lima tahun lalu. Kadangkala aku masih suka mengingat masa-masa bersama Galih. Kenapa aku ini? Kenapa aku selalu teringat Galih? Lima tahun berlalu, namun bayangan pertengkaranku dengan Galih masih membekas. Aku merasa bersalah padanya. Bagaimanapun kami telah bersahabat sejak kecil. Apakah pantas hanya karena Galih mengungkapkan perasaannya padaku lantas aku memusuhinya? Kupikir awalnya dia hanya bercanda saja, namun saat kusadari keseriusan ucapannya, entah kenapa justru amarah yang memenuhi kepalaku. Ataukah sebenarnya aku takut perasaan Galih dapat mengubah persahabatan yang selama ini terjalin antara kami?
Dan kebodohanku yang lain adalah membiarkannya pergi. Selama lima tahun aku memutuskan komunikasi dengannya. Sekarang aku menyesal. Aku merindukannya. Aku merindukan sahabatku.

Perlahan kulangkahkan kaki memasuki pekarangan rumah itu. Betapa susahnya mencari sebuah alamat di kota besar seperti ini. Mataku menatap sebuah tulisan yang terpahat di tiang. Kost Putra Taruna. Kurasa memang aku telah sampai tempat yang kutuju. Ini alamat yang diberikan oleh pamannya Galih. Menurut cerita beliau, Galih meninggalkan rumahnya selepas kuliah dan dia jarang pulang ke sana. Mereka maklum saja, mungkin karena orangtuanya sudah tak ada lagi, tak ada kewajiban untuk pulang. Apalagi dia tengah sibuk dengan pekerjaannya.
Beberapa pasang mata menatapku. Terang saja, mungkin mereka heran melihat seorang gadis menyandang koper datang ke kost putra. Aku mencoba tersenyum dan mengucap salam. Seorang dari mereka menghampiriku.
“Ada yang bisa dibantu?” tanyanya.
“Benar Galih tinggal di sini? Galih Yudhistira.”
“Kamu siapa?”
“Ami.” kataku mengulurkan tangan. “Aku temannya saat dia masih tinggal di Solo. Masih ada hubungan famili. Pamannya yang memintaku menemuinya.” kataku untuk lebih meyakinkan karena laki-laki di hadapanku ini tak mau berhenti menatapku.
“Ami?” ucapnya saat menjabat tanganku. “Amarylis…?”
Aku tersentak. Dia tahu namaku!
Aku mengangguk pelan. Lelaki itu tersenyum.
“Aku Ardi. Ayo, masuklah.” katanya mengajakku duduk di ruang tamu.
Lelaki yang mengaku bernama Ardi itu meninggalkanku sendirian. Tak lama kemudian dia muncul dan menyerahkan sebuh buku tebal padaku. Aku menerimanya dengan pandangan tak mengerti. Kubuka perlahan. Kubaca tulisan yang terpahat indah di kertasnya. Kumpulan Foto Galih Yudhistira. Sebuah kata di bawahnya nyaris membuatku tersentak. Amarylis. Namaku. Kupandang sejenak Ardi di hadapanku. Dia mengangguk. Mungkin dari sinilah ia tahu namaku.
Kubuka perlahan halaman demi halaman buku tebal itu. Terasa ada yang menggenang di kelopak mataku.
“Dia fotografer yang handal kan?” suara Ardi mengejutkanku.
Aku hanya terdiam. Masih kulihat lembar demi lembar foto diriku sendiri. Aku tak pernah menyadari, Galih yang sedari dulu suka membawa kamera ke mana-mana, dan kadang suka usil mengarahkan kameranya padaku, ternyata semua foto-fotoku ada di sini. Air mataku mengalir turun. Rupanya Galih memang mencintaiku.
“Kamu bisa bawa buku itu.” kata Ardi.
“Galih mana?” tanyaku sambil menyeka air mataku.
“Galih ada proyek pemotretan di Bali selama sebulan. Baru beberapa hari lalu berangkat.”
Lemaslah aku mendengarnya.
“Kapan dia kembali?” tanyaku.
Ardi menggeleng. “Sebenarnya Galih sudah nggak kost lagi di sini sejak beberapa bulan lalu. Dia menyewa rumah di dekat tempat kerjanya. Dan buku itu tertinggal di kamarnya. Sempat kukembalikan, tapi dia nggak mau dan justru memberikannya padaku.”
Aku terdiam mendengar kata-kata Ardi. Apakah Galih ingin melupakanku?
“Kamu pulang saja. Nanti kalau aku ketemu dia, akan kukabari. Atau kuberikan nomornya saja, nanti…”
“Nggak usah.” aku memotong kata-katanya. Mungkin Galih memang ingin melupakanku. Apakah memang aku tak ditakdirkan untuk bertemu dengannya lagi? Kenapa kini aku ragu untuk menemuinya?

Ini hari terakhir masa cutiku dari semenjak aku mencari Galih ke Jakarta. Sebulan sudah aku menyesali diriku sendiri. Menyesali kebodohanku. Sungguh, kini aku justru semakin merindukan sosok Galih. Mungkin sebaiknya aku jalan-jalan saja.
Baru hendak kulangkahkan kakiku keluar, sesosok wajah muncul di hadapanku. Berkali-kali kukerjapkan mataku untuk memastikan penglihatanku.
“Ini aku, Ami.” katanya.
“Galih, aku kangen…” kataku memeluk erat tubuhnya.
Galih tak bereaksi apapun. Dia justru melepaskan pelukanku. Kulihat tatapan matanya pun tak sehangat dulu. Ada apa denganmu, Galih?
“Ardi bilang kamu mencariku.”
Aku mengangguk.
“Pakdemu mau ketemu. Budemu juga sudah kangen.”
“Aku sudah ketemu mereka.” balasnya datar.
Galih menjaga jarak dariku. Sepertinya dia masih merasa canggung denganku.
“Aku juga kangen kamu, Galih.” kataku lirih.
“Yang aku tau, kamu marah dan nggak mau ketemu aku lagi.” ujar Galih sinis.
“Aku emosi.” jawabku cepat.
Galih menatapku.
“Aku minta maaf. Aku sebenarnya nggak bermaksud… aku memang menyinggung perasaanmu. Aku salah.”
“Butuh berapa lama buat menyadarinya?”
Aku menunduk. Aku memang terlambat menyadarinya. Saat tersadar, Galih terlanjur pindah ke kota lain. Dan bodohnya, aku tak pernah berusaha mencarinya. Kalau sekarang aku baru berani muncul, tentulah itu sudah sangat terlambat.
“Aku minta maaf, Galih. Aku bukan sahabat yang baik.”
“Masih merasa kita bersahabat?” sindirnya.
“Aku tau maaf saja nggak cukup. Tapi aku sungguh menyesal.”
“Belajarlah terima kenyataan. Kita bukan seperti dulu lagi.” tandasnya.
“Kamu nggak mau maafin aku, Ga?”
Galih tersenyum. “Aku selalu memaafkanmu, Ami. Tapi hubungan kita tetap nggak akan kembali seperti dulu lagi.”
Perlahan Galih melangkah meninggalkanku. Dia sungguh berbeda. Dia bukan Galih sahabatku dulu. Apakah memang sikap kasarku yang telah membuatnya berubah sedingin ini?

“Jadi kalian sudah ketemu?” tanya suara di seberang.
“Apa Galih yang kamu kenal memang sikapnya seperti itu, Ar?” tanyaku setelah aku menceritakan pertemuanku dengan Galih pada Ardi. Sengaja aku ingin mengorek info darinya.
“Nggak juga sih. Dia anaknya asyik. Mungkin ada sesuatu yang… kalian pernah bermasalah sebelumnya?”
“Ya, Ar. Aku menyinggung perasaan Galih.” jawabku lesu.
“Ah, kamu pernah bikin dia patah hati ya?”
“Apa?!” seruku. Bagaimana Ardi bisa menebak dengan pas? Tahukah dia yang sebenarnya terjadi?
“Kumpulan foto. Judul dengan namamu. Dan juga kedatanganmu. Bagiku cukup buat menyimpulkan.”
“Kau cukup berbahaya.” desisku.
Terdengar suara tertawa di seberang.
“Baiklah. Kita ganti topik saja. Gimana pekerjaanmu? Emm.. sebaiknya kamu ceritakan tentang dirimu dulu.”
Aku tertawa dalam hati. Lelaki ini lumayan menyenangkan. Baru beberapa kali kami berkomunikasi, rupanya dia cepat sekali mengakrabkan diri. Dan tanpa terasa aku mulai lancar bercerita padanya.

Aku berlari kecil menghindari gerimis yang tiba-tiba turun. Kuputuskan untuk berteduh sebentar di emperan sebuah toko. Dinginnya angin malam makin menusuk kulitku. Tiba-tiba sebuah jaket terulur di depanku. Aku terkejut dan menoleh ke samping. Pemilik jaket itu…
“Pakailah! Nanti kamu bisa masuk angin.”
“Kok kamu di sini, Ga?” tanyaku dengan wajah sumringah setelah mengenakan jaketnya.
“Aku lagi jalan-jalan sama…” belum selesai Galih bicara, seorang gadis menghampiri kami.
“Ami, ini Stella. Aku jalan-jalan sama dia tadi. Kebetulan ini pertama kalinya dia ke Solo. Stel, ini Ami, teman kecilku dulu.” kata Galih sambil tersenyum pada gadis di sampingnya.
Gadis itu tersenyum mengulurkan tangan. “Stella.”
“Ami.” jawabku memaksakan diri tersenyum.
“Oh, dia pacar kamu ya, Ga?” tanyaku pura-pura menggodanya. Berharap jawaban ‘tidak’ yang keluar dari mulutnya.
“Ya seperti itulah.” jawab Stella.
Galih hanya tersenyum.
Sungguh rasanya ingin pingsan saja mendengar jawaban itu. Atau siapa saja tolong aku! Aku tak ingin mendengarnya! Kenapa juga tak ada satu pun kendaraan umum yang lewat padahal ini belum terlalu malam? Aku ingin pergi. Aku ingin menghilang dari hadapan mereka. Aku sadar, aku memang telah kehilangan Galih.

Aku begitu terkejut melihat Galih sudah ada di depan rumahku di Minggu pagi. Setangkai amarylis putih disodorkannya di hadapanku.
“Mau jalan-jalan?” tanyanya.
“Ke mana?”
“Wis to, melu wae.” (1)
Aku tertawa mendengar jawabannya. Rupanya lama di hingar bingar ibukota membuat logat Jawanya berubah aneh.
“Stella udah balik?” tanyaku sesaat setelah kami melepas lelah sembari duduk di trotoar Jalan Slamet Riyadi yang bebas dari kendaraan bermotor setiap Minggu paginya.
Galih mengangguk.
“Kalian udah lama kenal?”
“Lumayan. Dia junior designer. Kami pernah bekerjasama dalam sebuah proyek pemotretan. Butik tempatnya bekerja yang menyediakan bajunya.”
“Kalian udah lama berhubungan?” tanyaku lirih. Menahan perih yang tiba-tiba datang. Sempat kulihat Galih menatapku.
Galih tak menjawab pertanyaanku, dia justru meraih tanganku dan mengecup pelan jemariku. Aku terperanjat. Tak mengerti apa maksud Galih melakukan ini padaku.
“Aku berencana melamarnya.”
Spontan kutarik tanganku dari genggaman Galih. Aku yakin Galih pasti menyadari keterkejutanku.
“Kamu marah?” tanyanya.
“Apa aku berhak marah?” tanyaku balik.
“Dulu kita berpisah dengan cara yang nggak menyenangkan. Atau kamu mau bilang sesuatu?”
Aku terdiam. Merasa ragu. Haruskah kukatakan? Tapi bukankah ini tujuanku mencarinya?
“Ada tiga hal.” ucapku akhirnya.
“Pertama?”
“Aku minta maaf atas kejadian lima tahun lalu.”
“Dimaafkan. Kedua?”
“Kamu tetap sahabatku.”
Galih tersenyum. “Kamu juga, Ami. Dan..?”
“Aku jatuh cinta pada sahabatku.”
Galih langsung menoleh ke arahku. Aku hanya diam tertunduk.
“Kamu tau kan aku akan melamar Stella?”
Aku mengangguk.
“Kuhargai perasaanmu, tapi…”
“Aku tau, Galih.” potongku cepat. “Aku nggak mengharapkan apa-apa. Aku hanya mau bilang kamu benar. Aku harus bisa terima kenyataan. Kamu masih mau menganggapku sahabatmu itu sudah lebih dari cukup.”
“Jangan menangis.” ucap Galih sambil menghapus air mata yang sempat menetes di wajahku.
“Kamu akan mendapatkan lelaki yang mencintaimu, Ami.” lanjutnya.
Aku hanya bisa tersenyum getir.

Aku masih menatap tiket pesawat pulang pergi Solo-Jakarta di tanganku. Galih yang mengirimkannya. Dia ingin aku datang di acara pertunangannya. Sebagai sahabat, tentu aku harus ada. Namun sebagai seorang yang mencintainya, bagaimanakah rasamu bila lelaki yang kau cintai menyematkan cincin di jari gadis lain? Tak perlu kukatakan seberapa hancurnya perasaanku. Mungkin mengalahkan ledakan bom di kota Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1945. Walaupun hatiku hancur lebur, namun ragaku harus tetap berdiri tegak untuk menyaksikannya.
Ardi yang menjemputku di bandara. Dia tersenyum aneh menatapku.
“Wajahmu jelek banget. Cobalah tersenyum sedikit. Mau menunjukkan kalau kamu patah hati?” komentarnya.
Gila! Bagaimana lelaki ini bisa tahu saja apa yang ada dalam benakku?
“Kamu keturunan paranormal?” balasku.
“Nah ya, benar kan tebakanku?”
Aku tersenyum masam. Di saat seperti ini memang sosok seperti Ardi lah yang aku butuhkan. Dia pandai mencairkan suasana.
Malam itu Ardi pula yang menemaniku datang. Tapi apakah tidak salah? Kalau untuk sebuah acara pertunangan kurasa terlalu minimalis dan sepi. Hanya beberapa orang yang telah hadir. Mungkin belum kali ya? Tapi aku juga belum melihat sosok Stella maupun Galih.
“Jangan tegang begitu.” ujar Ardi.
Aku mencoba tersenyum. Galih memang bukan untukku. Aku harus terima kenyataan.
Tak lama kemudian Stella berjalan menggamit lengan Galih. Hatiku terasa sakit melihatnya. Galih langsung membuka sendiri acaranya.
“…dan selanjutnya malam hari ini saya akan mempersembahkan seluruh hati saya kepada seorang gadis…” Galih berjalan mengambil seikat bunga yang telah disiapkan di meja sudut.
Aku terhenyak. Oh tidak! Bunga itu! Kenapa harus amarylis? Galih, setega itukah kamu padaku?
Galih tersenyum pada Stella. Stella membalasnya lalu mengangguk. Galih menatapku yang hanya beberapa langkah di dekat Stella. Dia berjalan menghampiriku. Aku hanya terdiam dengan kebingungan dan kegelisahan yang menjadi. Galih menyodorkan amarylis itu ke hadapanku. Aku tak mengerti.
“Amarylis Sekar Palupi, kamu satu-satunya gadis yang kucintai. Sahabatku, mau menikah denganku?”
Aku hanya tercengang mendengarnya. Kutatap Galih dan Stella bergantian.
Stella tersenyum menghampiriku.
“Jangan sampai kamu menyesal lagi.” ucapnya.
“Tapi, Stel… Kamu…”
“Galih bukan pacarku. Yang sebenarnya pacarku adalah…” Stella langsung menggamit lengan Ardi.
Aku ternganga melihatnya.
“Semua ini skenario sahabatmu, Am. Dia ingin tau seberapa besar cintamu padanya. Dan pertunangan ini sebenarnya disiapkan buat kamu.” sambung Ardi.
Aku melotot pada Galih.
“Kamu marah?” tanyanya.
Aku langsung merebut amarylis dari tangannya.
“Aku nggak sebodoh itu membiarkanmu pergi sampai dua kali. Dasar, Galih edan!” (2)
Galih langsung memelukku. Dan kini kulihat lelaki yang kucintai itu menyematkan cincin di jari manisku.
END

Rabu, 22 Oktober 2014

ALAN CINTAKU....!!!!
Karya Rahayu Nur Rahmawati

Gelak tawa dan kebersamaan ini telah terjadi sejak dulu, sejak kita masih kanak-kanak. Kita adalah sahabat, kita tlah seperti saudara, begitu dekat, dan mengerti satu sama lain. Sebut saja dia dengan nama Rama. Tak ada sedikitpun angan yang terlintas difikiran ku tuk merasakan cintanya, semua tlah berubah saat kita beranjak dewasa, disaat kita tlah mengenal apa itu arti sebuah kebersamaan yang didampingi dengan cinta. Saat dia mengatakan ingin mendampingi aku bukan sebagai sahabat ataupun saudara, sungguh tak pernah ku sangka, bimbang ku rasakan. Tapi, ku tak mau membuatnya terluka atau kecewa, ku putuskan untuk menerima permintaannya itu. Sejak saat itu, ada kebimbangan dalam hatiku, apakah ini semua keputusan yang benar, di satu sisi aku tak mau mengecewakan Rama, tapi di satu sisi dia baru saja mengakhiri hubungannya dengan salah seorang sahabatku sendiri, Reina. Hubungan ku ini, awalnya tak ada yang mengetahui, hanya aku dan Rama. Tapi, seiring berjalannya waktu, semuanya tahu, beegitupun Reina, awalnya aku takut jikalau dia marah dan membenciku. Tapi ternyata dia tak mengapa, dia tak marah ataupun benci kepadaku. Hubungan ku dengan Rama, awalnya baik-baik saja, tapi semenjak kita tak lagi satu sekolah, saat kita memilih sekolah yang berbeda, hubungan ku semakin jauh, dan aku merasa kita tlah jauh. Saat itu ku akui, hatiku tlah berpaling, dan setelah ku mengetahui hatinya juga tlah berpaling kepada yang lain, ku putuskan mengakhiri hubungan ini.
‘’ mungkin ini memang jalan terbaik buat kita berdua, kita memang tak bisa satu, sudah tak ada lagi kecocokan dalam hubungan kita, jadi lebih baik kita berhenti cukup sampai disini”
Sebait pesanku ini diterimanya, dan dia menyetujui keputusan ku ini. Sejak saat itu, aku menjalin hubungan dengan orang lain. Saat ini kumerasa sangat bahagia, orang tua ku memberi restu terhadap hubungan ku dengan orang ini, sebut saja Adrian. Aku serasa tak mau melepas dia, ku selalu berharap hubungan ini tak berakhir sia-sia. Tapi takdir berkata lain, Adrian meninggalkan aku dengan sebuah luka, hatinya berpaling. Tak kusangka begitu pahit ini semua bagiku, tak kusangka dirinya tega khianati ku. Ku terpuruk dalam kepedihan, tak sanggup rasanya ku tuk bangkit dari semua kenyataan pahit ini.
‘’ jika memang kita harus berpisah, aku tlah menemukan seseorang yang lebih mencintaimu dari pada aku “
Pesannya ini, sampai sekarang tak ku mengerti, tak tau siapa yang dia maksud. Selau ku coba melupakan dan menepis bayang-bayangnya dalam hidupku, tapi sungguh begitu sulit ku rasa. Sakit ini semakin terasa, disaat dia tak mau menyapaku, bahkan menyebut nama ku saja sudah tak pernah ia lakukan.

Beberapa bulan berselang, Rama kembali mendekatiku bukan sebagai sahabat.
‘’ aku menyadari bahwa selama ini aku hanya menyayangi dirimu, meski ku tlah lewati hari dengan hati yang lain, tapi tak pernah ku rasakan sayang seperti dirimu’’

Ucapannya tak cukup mampu buatku luluh, dan aku katakan tak ingin menjalin hubungan yang seperti dulu.
‘’kita lebih baik jadi seorang sahabat, kita tak mungkin bisa menjalaini hubungan seperti dulu, aku sayang kamu sebagai sahabat ku “

Tak pernah ku fikirkan akibat perkataanku itu, menyakitinya atau mengecewakannya, aku tak tahu. Yang aku tahu, aku melakukan semua ini demi persahabatan ku dengan dia. Tak pernah dia menyerah tuk meluluhkan hatiku, selalu ia memanjakan dan memberi perhatian penuh terhadapku. Selalu ia berusaha tuk meyakinkanku, bahwa ia kan selau buatku bahagia.
‘’ aku sangat menyayangimu, beriku kesempatan satu kali lagi, tuk menghapus kesalahan ku dimasa lalu, aku berjanji tak kan khianatimu, tak kan ku buatmu sakit, percayalah padaku bahwa kasih dan sayangku buat kamu itu tulus’’

Kata-katanya itu, kian lama buat ku luluh terhadapnya. Hingga pada akhirnya ku putuskan kembali tuk mencoba menjalin hubungan spesial dengan Rama.
‘’ ku coba mempercayaimu lagi, ku beri kau kesempatan dan ku percaya semua kata-katamu, aku mohon jangan sakiti dan khianati diriku ini’’
Tanggal 17 januari 2012, kita menjalin hubungan kembali. Hari-hariku dipenuhi dengan perhatian dan kasih sayangmu, pujian-pujian mu terhadapku jadi menu keseharianku. Tapi, masih ada kebimbangan dalam hatiku, aku masih bertanya-tanya, sebenarnya apakah aku sayang sama dia?? Tiap dia bilang sayang kepadaku, ku selalu bilang ‘’ aku juga sayang kamu ‘’, aku tak tahu salahkah ucapanku itu, yang aku tahu, aku akan membuatnya bahagia jika aku mengatakan bahwa aku juga menyayanginya.

Sikapnya memang tak seperti dulu lagi, sudah lebih dewasa, tapi masih saja ada sikap yang membuatku jengkel. Ingin selalu ku tegur tapi aku tak mau pertengkaran terjadi diantara kita, aku Cuma ingin menjalin hubungan yang lebih lama dengannya. Walaupun ku coba hindari pertengkaran, masih saja ada yang membuatku marah dan ngambek kepadanya, dia selalu mencoba menenangkanku dan membuatku tersenyum lagi. Kian lama ku jalani hari bersamanya,kian ku rasakan kebahagian, rasa sayang itu tumbuh dengan seiring berjalannya waktu dan kebersamaan kita selama ini.

Ditengah kebahagiaan kita, ada masalah yang terjadi, hubunganku ini tanpa diiringi restu kedua orang tuaku. Sakit saat ku dengar ucapan mereka, bahwa hubungan ku ini harus segera berakhir. Ku coba bicara hal ini pada Rama, tapi aku nggak berani. Aku takut menyakitinya, aku takut membuat dia terluka, aku nggak tega ngomong sama dia. Sekarang ku di hampiri kebimbangan, apa yang harus aku lakukan, menuruti kata orang tua, apakah memperhatakan hubungan ini. Sungguh, jadi kayak sinetron, hubungan nggak direstui gara-gara masalah yang sepele dan nggak jelas. Sumprit deh pusing mikirin masalah ini, mau dibawa kemana hubungan ini.

Suatu hari, aku bertemu dengan dia di rumah temenku, sebut saja namanya Putra, karena kebetulan banget pacarnya Putra adalah temen dekatku sendiri, panggil aja Isna. Jadi, ceritanya double date gitu deh. Seru juga double date kayak gini, saat itu aku sama Rama duduk berdua, dia nyuruh aku menutup kedua mataku, aku sempat nggak mau, tapi dia maksa. Ya, okelah aku turutin. Dan tak lama kemudian aku rasakan ada sesuatu di leherku, ku buka mataku dan ternyata dia telah memasangkan kalung di leherku. Dia tersenyum padaku dan bilang ‘’ aku sayang kamu’’. Ku balas senyum manisnya dan ku balas pula ucapannya itu ‘’ aku juga sayang kamu ‘’.

Tak lama kemudian aku berdiri, aku mengatakan sesuatu kepadanya,
‘’ bagaimana nanti seandainya kita tak lagi bersama ya?”

Dia terkejut dengan pertanyaanku itu, serentak ia berdiri dan kembali bertaya kepadaku.
‘’ apa maksud kamu, apa yang kamu katakan?’’

Aku diam sejenak dan menunduk sambil ku pegangi kalung dari dia.
‘’ seandainya hubungan kita nanti berakhir bagaimana?’’
‘’ berakhir? Kenapa kamu berfikir seperi itu?’’
‘’ kamu tahukan, orang tuaku bagaimana, mereka tak merestui kita !’’

Rama terdiam, ia duduk kembali dan menunduk. Sungguh, sedih bangit hati ini ngeliat dia kayak gitu. Dia kemudian mengajukan pertanyaan kepadaku.
‘’ apa kamu akan mengakhiri hubungan kita ini?’’
‘’ aku nggak tahu?” jawabku dengan lemas
‘’ aku ikhlas, jika memang kamu akan memutuskan hubungan ini, tapi sungguh ku tak kan sanggup kehilangan kamu ‘’

Rama menatapku, dengan mata yang berkaca-kaca. Oh, tuhan sungguh semakin tak tega aku, rasanya tubuh ini makin lemas bahkan mau pingsan.
‘’aku, aku nggak tahu, aku nggak tahu harus bagaimana’’
‘’ aku sangat menyayangimu, aku nggak bisa kehilangan kamu’’
‘’ aku juga sayang kamu ‘’

Dia berdiri dan memeluk erat tubuhku, ini untuk pertama kalinya aku dipeluk sama pacar. Dan tak ku sangka air mata ini menetes begitu deras.
‘’ aku sungguh nggak mau kehilangan kamu , aku menyayangimu’’

Berulang-ulang kali Rama mengucapkan kata-kata itu.
‘’ aku juga sayang kamu, aku nggak mau putus dari kamu’’

Setelah ku ucapkan kalimat itu, air mata ini semakin tak mau berhenti.
‘’ aku nggak mau putus, nggak mau’’
‘’ jangan nangis ya, aku nggak mau liat kamu nangis kayak gini’’
‘’ tapi, aku nggak mau putus, aku sayang kamu’’
‘’ kita nggak akan putus, nggak akan pernah. Percaya lah padaku, pasti suatu hari nanti, kita akan mendapatkan restu’’
‘’ apa kamu yakin?’’
‘’ aku yakin, sudah ya nggak usah nangis lagi, aku nggak tega ngliat kamu nangis kayak gini’’

Rama mengusap air mataku dengan begitu lembut, kedua tangannya memegang pipiku.
‘’ aku menyayangimu, yakinlah bahwa hubungan kita akan baik-baik saja’’

Dipeluknya kembali tubuhku yang lemah ini, ku ucapkan berulang-ulang kali.
‘’aku sayang kamu, aku nggak mau putus ‘’
Semakin kurasa nyaman dalam pelukannya, terasa sejenak beban ini hilang. Rasanya aku tak ingin lepas dari pelukan hangatnya. Tapi waktu juga yang akhirnya melepaskan. Aku sempat berfikir hari ini semuanya akan berakhir begitu saja, tapi ternyata salah , cerita ini masih terus berjalan dan belum berakhir.
Sejak saat itu, cerita ini semakin indah, banyak moment-moment yang berkesan. Dia selalu menemani tawaku, dia mengusap air mataku ketika ku menangis, dia selalu di sampingku saat ku bersedih. Rasanya sayang ini semakin kuat.
Suatu hari saat meeting class, Isna tidur dirumahku, dan kami membuat rencana untuk berangkat kesekolah esok hari, aku akan berangkat dengan Rama, dan dia akan berangkat dengan Putra dan kami berencana berangkat agak siang dari pada biasanya.
Keesokan harinya, rasanya begitu semangat untuk memulai hari ini, setelah selesai sarapan aku dan Isna berangkat, kami janjian bertemu Rama dan Putra di jembatan. Saat sampai di jembatan baru Rama yang disana, Putra belum nongol ternyata. Rama mengajakku berangkat lebih dulu karena ia takut telat, tapi Isna nggak mau ditinggal sendirian. Setelah beberapa saat akhirnya Putra nongol juga, kamipun berangakat tapi kami tak melewati jalan yang sama. Kami memang berbeda-beda sekaolah, Cuma aku dan Isna yang satu sekolah, aku dan Isna nantinya akan bertemu di depan gerbang sekolah.

Sepanjang jalan, aku dan Rama bersenda gurau, jikalau bisa tiap hari kayak gini, anganku melayang tinggi. Dia berkata padaku
‘’ aku ingin tiap hari bisa berangkat ke sekolah dengan kamu, menjemputmu di rumah dan disekolah, pengen banget “
‘’aku juga pengen kayak gitu, kayak anak-anak yang lain, bisa berangkat dan pulang bareng,tapi apalah daya itu mustahil terjadi’’

Kami terdiam sejenak, seakan menghentikan angan yang sempat melayang. Saat sampai di depan sekolahku, ku tengok kanan dan kiri mencari Isna, dan ternyata ia belum datang.
‘’ cepat sana masuk, nanti telat’’
‘’ aku nunggu Isna ‘’
‘’ tunggu di dalam aja, cepat masuk’’
‘’ nggak lah, aku mau nunggu di sini aja’’
‘’ ya uda terserah kamu aja, aku ke sekolahku dulu ya, hati-hati kamu di sini’’
‘’ iya, kamu juga hati-hati ya’’

Aku duduk di depan gerbang sendirian, lalu ada temankku yang baru datang, dan aku mengajaknya nungguin Isna, aku telfon tak diangkat olehnya, aku sms tapi tak di balas. Sampai akhirnya gerbangpun ditutup, dan ada salah seorang temanku yang baru datang.
‘’ ngapain kalian berdua disini?’’ tanyanya kepadaku dan temanku
‘’ nunggu Isna, dia belum datang”
‘’lhoh, gerbangnya kok ditutup’’ katanya dengan kaget
‘’ ya uda, disini dulu nunggu Isna ‘’
Aku dan kedua temanku menunggu Isna, cukup lama kami menunggu dan akhirnya dia datang juga. Dia datang dengan senyum yang lebar tanpa merasa bersalah karena tela membuat kami menunggu. Saat kami akan masuk, pak satpam menghalangi kami, beliau tak mau membukakan pintu gerbang. Beliau menyuruh kami menunggu anak-anak yang lain, mungkin ada yang telat lagi. Dan ternyata benar, ada lebih banyak lagi yang telat. Setelah itu, kami harus berbaris dengan rapi, dan kamipun dimarahin oleh pak satpam, bahkan kami di video dan wajah kami di potret sama ketua osis. Wow, kayak teroris aja fikirku, setelah kenyang dengan omelannya pak satpam dan ketua osis, kami harus berlari keliling lapangan, padahal lagi ada pertandingan futsal. Sumpah, malu banget deh, diketawain dan dilihat sama anak satu sekolahan, rasanya pengen ku tutup mukaku pakai kantung kresek.
Tapi, aku akuin deh nggak nyesel hari ini telat dan nggak apa-apalah harus dapat omelan yang penting bisa bareng sama mas pacar. Heheehehe

Habis itu, aku dan Isna malah ketawa-ketawa sendiri, habis gokil banget deh kejadian ini, mungkin akan selalu teringat dan nggak terlupakan. Saat pulang sekolah Putra sudah sampai terlebih dulu menjemput Isna, dan kami menunggu Rama, sampai akhirnya Rama datang menjemputku. Kami pulang bareng lagi dan kali ini kami pulang melewati jalan yang sama. Rasanya hari ini nggak mau cepat-cepat berlalu, kapan lagi coba bisa kayak gini. Ada yang lucu sih dari hubungan aku dan Rama, lalu Isna dan Putra. Jika salah satu dari kami ada yang bertengkar pasti yang satunya juga bertengkar. Dan kalau lagi seneng dan bahagia-bahagianya, pasti yang satu juga lagi bahagia. Kalau lagi berantem sama pacar,malah aku dan Isna yang cuek-cuekan, diem-dieman,. Tapi kalau lagi baikan dan nggak ada masalah sama pacar, kita pasti ngobrol terus, becanda terus. Kalau di fikir-fikir emang lucu sih, sedih bareng seneng bareng.
Keanehan mulai aku rasakan saat bulan puasa, aku merasa sikap Rama berubah, aku merasa dia uda nggak perhatian lagi sama aku. Tapi, aku coba untuk hilangkan perasaan ini. Sebenarnya memang bulan puasa ini menyenangkan, aku dan Rama tak jarang sholat terawih bareng dan sholat shubuh di mushola bareng.

Suatu malam selepas sholat tarawih, Rama mendatangi aku di rumah, kebetulan saat itu kedua orang tuaku masih dimushola. Aku kurang mengerti tujuan dia rumahku itu apa, lalu Rama berkata padaku “ aku sungguh menyayangimu ‘’. Aku tersenyum mendengar ucapannya itu, belum sempat aku balas ucapannya itu, tiba-tiba ia memegang tanganku dan memasangkan sebuah cincin di jari manisku.
“ aku sungguh sayang kamu, jangan tinggalkan aku, dan ku mohon jaga cincin ini baik-baik “ ucap Rama dengan tatapan mata yang sendu
‘’ aku juga sayang kamu, kan ku jaga cincin ini seperti ku menjaga cinta ini “
Ia memeluk tubuhku, sungguh ku rasa begitu nyaman dan ku merasa bahwa ia benar-benar menyayangi aku. Selepas itu, ia segera pulang. Ku pandangi cincin itu, dan aku berfikir, apakah tak kan ada nantinya yang memisahkan aku dan dia?? Yah, semoga saja. Aku hanya menginginkan yang terbaik buat hubunganku dengan Rama ini.

Beberapa hari setelah itu dan pada saat makan sahur, tak ku sangka kalung yag diberikan oleh Rama putus, dan ku merasa perasaan ku tak menentu, ada kekhawatiran, ada ketakutan, ku bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi?? Lalu, ku coba mengatakan kepada Rama bahwa kalung pemberiannya itu putus.
‘’ kenapa, kalung itu bisa putus?’’ tanya Rama
‘’ aku tak tau, tiba-tiba putus begitu saja”
‘’ kamu sih nggak jaga baik-baik “
‘’ aku sudah jaga baik-baik kok ‘’
‘’ ya sudahlah, besok-besok aku belikan lagi “
Untung saja Rama tak marah padaku, tapi jika diingat-ingat barang-barangku dari Rama tak pernah ada yang tetap utuh atau bagus sampai sekarang ini. Mulai dari boneka yang ia berikan saat rekreasi waktu SMP dulu uda ada bagian yang sobek, gelang juga putus, lalu bingkai fotonya pecah , dan kalungpun putus. Aneh memang dan sempat terfikir dibenakku, apakah ini pertanda bahwa hubunganku dengan dia tak kan bertahan lama dan kami ditakdirkan tidak untuk bersama. Tapi, selalu ku coba singkirkan jauh-jauh fikiran buruk itu.

Malam itu, semakin ku rasakan ada yang aneh dari dia, lalu ku beranikan diri untuk menegurnya,
‘’ aku merasakan ada yang aneh dengan kamu akhir-akhir ini “
‘’ aneh bagaimana?”
‘’aku merasa perhatianmu berkurang, tak seperti dulu “
‘’ perhatianku terhadapmu tak pernah berkurang, mungkin hanya perasaanmu saja “
‘’ ini bukan sekedar perasaan semata, kamu benar-benar berubah, tak seperti dulu “
‘’ mungkin karenaku terlalu banyak tugas “
Dan akhirnya semua perkataanku itu menimbulkan pertengkaran di antara kami, aku marah padanya, dan mungkin ia juga marah padaku.
Keesokan harinya, aku tak memberi kabar padanya dan aku sangat berharap ia mengirimi aku pesan atau menelfonku seperti biasa. Tapi, dari pagi hingga malam tak satupun pesan ku terima darinya, semakin jengkel ku rasa, dan kemarahanku semakin besar padanya.

Hari berikutnya, tetap ku coba tuk tak menghubungi dia, aku ingin tau apakah dia akan menghubungi aku. Tapi, hingga siang hari, tak juga ia menghubungi aku, aku rasanya sudah tak tahan menahan emosiku. Lalu ku kirimi dia pesan
‘’ kok dari kemarin nggak ada kabar, lupa ya kalau punya pacar, atau uda nganggep kalau uda nggak punya pacar ?’’
‘’ ngomong apa’an sih, siapa yang lupa kalau uda punya pucar dan siapa juga yang uda nganggep kalau nggak punya pacar “
‘’ lha trus apa dong namanya, kalau dari kemarin seharian nggak hubungin aku dan sekarang ini aku kalau nggak ngirim pesan, pasti kamu juga nggak akan ngirimi aku pesan kan??”
‘’ aku Cuma sakit hati aja, karena kamu menganggap kalau aku uda nggak perhatian sama kamu “
‘’emang kenyataannya kayak gitu kok “

Dan pertengkaran kami malam itu pun berlanjut, dan karena aku sudah jengkel aku tak membalas pesan darinya. Lalu, entah kenapa rasanya saat itu aku ingin sekali membuka jejaring sosial (fb). Saat itu ku terima pesan, dan anehnya yang ngirim aku pesan adalah Rama, tpi, yang lebih anehnya di pesan itu ia bertanya
‘’ ini pacarnya Rama?”
‘’iya”
‘’ma’af, aku bukan Rama, kamu masih pacaran sama dia?’’
‘’iya, aku masih pacaran sama dia, ini siapa?’’
‘’beneran kamu masih pacaran sama dia?
‘’ beneran lah, kamu siapa sih sebenarnya kok pake fbnya Rama?’’
‘’tapi dia bilang ke aku kalau kalian uda putus !!’’
‘’uda, uda, hubungin aku di nomer ini ************ ‘’

Lalu aku kasih nomer hp aku ke dia, dan kemudian ada pesan dari anak itu.
‘’kak, beneran ya kamu masih pacaran sama Rama?’’
‘’beneran lah, walaupun sekarang aku lagi berantem sama dia, kami nggak putus kok dan nggak ada kata-kata putus tuh !!”
‘’ tapi, dia bilang ke aku kalau kalian uda putus !!’’
‘’ kapan dia bilang kayak gitu, dan kamu itu siapa?’’
‘’beberapa hari yang lalu, aku adik kelasnya kak!!’’
‘’nama kamu siapa, dan kenapa sebenarnya kamu nanya kayak gitu sama aku?’’
‘’ aku Febri, aku Cuma mau pastiin aja yang sebenarnya itu bagaimana “
‘’ sumpah ya, aku nggak ngerti maksud kamu itu apa’’
‘’ Rama uda bilang cinta ke aku, dan dia nembak aku kak!!’’

Membaca pesan itu rasanya aku ingin marah, nangis, perasaan ku nggak karu-karuan, tapi aku masih mencoba untuk tetap tenang.
‘’apa,? nggak mungkin “
‘’ beneran kak, ma’afin aku kalau memang aku merusak hubunganmu dengan Rama “
‘’ kalian uda pacaran?’’
‘’ aku bingung, dia tetap mau jadi pacar aku, aku uda coba nolak dan dia tetap ngotot mau jadi pacar aku kak !!
‘’ aku tanya, kalian uda pacaran apa belum? Nggak usah muter-muter kalau jawab !!’’
‘’ uda kak, tapi baru beberapa hari saja kok, kalau gitu aku akan mutusin dia kak !!’’

Beberapa saat kemudian
‘’ dia nggak mau putus dari aku kak “
‘’oh, gitu ya..!!’’
‘’ ma’afkan aku kak, aku nggak punya maksud ngrusak hubungan kalian !!’’
Dan febri mengirimkan sebuah pesan dari Rama ke aku yang isinya disitu Rama nggak mau putus dari Febri.

Lalu, aku mengirim pesan ke Rama, aku coba tetap tenangkan diri aku.
‘’oh ya,aku lupa nanya sama kamu. Kita putus kan?’’
‘’ terserah “
‘’ oke, kita resmi putus, akhirnya aku bisa bebas juga “
‘’ ini kan yang kamu mau, putus dari aku dan kamu bisa dengan cowo’ lain?’’
‘’kalau iya, emang kenapa, masalah buat kamu? Kamu aja bisa dengan cewe’ lain sebelum kita putus, masa’ aku nggak bisa dengan cowo’ lain, padahal kita uda resmi putus !!
‘’ terserah apa kata kamu aja “
‘’iya, satu pesenku buat kamu, urusin tuh selingkuhan kamu “
Dalam pesan itu, aku berlaga tenang dan santai menghadapi masalah ini, tapi sebenarnya hatiku ini hancur banget dengan semua kejadian ini, sakit banget rasanya, pengen nangis, pengen teriiak, pengen marah, tapi rasanya aku nggak tau bagaimana ngungkapin semua perasaan yang ada di hatiku ini. Tanggal 13 agustus 2012, aku dan Rama resmi putus dan hubungan sudah benar-benar berakhir, gara-gara perselingkuhannya dengan Febri, 7 bulan kurang 4 hari hubungan ini berjalan dengan sia-sia, sad ending.

Lalu, aku megirim pesan lagi kepada Febri.
‘’ aku uda putus sama Rama “
‘’ kok putus, ma’afin aku gara-gara aku kalian putus,”
‘’uda lah, nggak apa-apa “
‘’ kalian nggak usah putus ya, biar aku saja yang putus sama Rama, kalian uda saling mengenal lebih dulu,”
‘’ aku uda terlanjur putus sama Rama, dan mungkin emang uda takdirnya aku putus sama dia !!’’
‘’ ma’afkan aku ya !!’’
‘’ya, moga kalian langgeng!!”
‘’ amin kak, makasih do’anya, dan sekali lagi ma’afin aku “
Sumpah, aku nggak nyangka banget tuh anak bakalan bilang “amin” saat aku bilang “ semoga kalian langgeng”, muna banget tuh anak, awalnya bilang mau putus sama Rama, tpi akhirnya malah bilang amin. Rasanya pengen aku mencaci maki mereka semua, pengen aku pukulin sampe babak belur.
Sempat aku mengajak Febri bertemu dan ngomongin masalah ini baik-baik, tapi ia menghindar dan menolak, aku kurang tau alasan dia yang sebenarnya menghindar dari aku itu apa, dia Cuma bilang kalau dia lagi sibuk, tapi menurutku ia takut bertemu denganku, mungkin ia takut aku bakalan marahin dia, padahal ngga ada maksud ku buat marah atau maki-maki tuh anak, aku kan Cuma pengen tau lebih jelas dan ngomong secara tatap muka langsung kan lebih enak dari pada Cuma lewat handphone.

Keesokan harinya aku mengirim pesan ke Febri.
‘’ tolong jaga Rama, seperti aku menjaganya. Tolong sayangi dan cintai dia, seperti aku menyayangi dan mencintai dia, aku titip dia ke kamu, aku percayakan dia untuk kamu. Jangan buat dia terluka. Semoga kalian bahagia selalu “

Penuh dengan linangan air mata saat ku tulis dan ku kirim pesan tersebut, ada perasaan tak rela untuk melepas begitu saja semua yang telah terjadi selama ini. Tapi apalah daya, ini semua sebuah kenyataan yang harus aku hadapi, air mata ini semakin deras mengalir saat ku kumpulkan semua barang pemberianmnya. Firasatku ternyata benar, bahwa hubungan ini kan berakhir, dengan semua pertanda yang ada selama ini.
“ Ya Allah, sakit banget yang aku rasakan sekarang ini, sakit hati ini kembali lagi berpijak dalam diriku, dia yang telah ku percaya, dia yang telah beriku senyum, dia yang telah beriku mimpi, dia yang temani tawaku, dia yang hilangkan dukaku. Tapi, kini ia telah pergi tinggalkan aku untuk cinta yang baru, cinta yang baru saja ia kenal. Kenapa harus terjadi lagi, apa salahku, apa kurangku hingga dia sakiti aku seperti ini. Ya Allah, tak sanggup rasanya aku mengingat semua kenangan antara aku dan dia, itu terlalu menyakitkan. Ya Allah, jauhkan aku dari rasa benci, jauhkan aku dari dendam, berikan hambamu ini keikhlasan dan ketabahan dalam menerima serta menghadapi semua ini. Ku serahkan semua ini padamu ya allah, ku tahu ini semua rencanamu, ku tahu ini semua kehendakmu, engkau yang telah menyatukan kami, dan engkau pula yang pisahkan kami ya allah”
Sebait curahan hatiku itu ku panjatkan kepada Allah dengan semua sakit yang ku rasakan, dengan semua air mata yang mengalir. Tapi aku coba tersenyum, aku masih mencoba untuk tegar, karena ku percaya dan aku pasti bisa hadapi semua ini.

Beberapa saat kemudian, ku dengar handphone ku berdering, dan ku lihat ada satu pesan. Saat ku buka ternyata itu pesan dari Rama.
‘’ andaikan aku bisa memutar waktu kembali, pasti akan ku lakukan. Tapi itu sungguh mustahil, tak mungkin aku bisa memutar kembali waktu meski hanya satu detik saja. Karena kesalahanku itu, kau pergi tinggalkan aku. Kini kita tlah berjalan sendiri-sendiri, semoga kita bisa menjalani semua ini dengan baik.”
Sedikit senyum yang hanya bisa kuberikan setelah membaca pesan itu, aku mencoba tabah dan tetap tegar, aku tersenyum untuk menahan sakit yang ku rasakan.

Hari-hari ku kini memang sepi setelah ia tak ada lagi dalam kehidupanku ini, aku coba move on, move on dan move on. Ku coba cari kesenanganku tanpa dia, ku coba cari tawaku saat tak ada dia. Kini entah apa yang akan terjadi selanjutnya dengan perjalanan cinta ini, apakah suatu saat aku bisa benar-benar mema’afkan dia dan menghilangkan sakit ini karena dia. Dan mungkin kelak ku bisa temukan yang lebih dari dia, tak aku mengerti, karena semua itu menjadi rahasia Tuhan dan ku coba siap menerima semua yang telah di gariskan oehnya, karena jodoh, rezeki dan matiku hanya Allah yang tahu.
HANYA SEBUAH KADO TITIPAN TUHAN
Karya Fhitri Mila Sary
Pagi seperti biasanya, Putri langkahkan kaki menelusuri lorong lorong koridor sekolah menapaki jejak menuju kelas. Saat itu hanya ada beberapa siswa yang hilir mudik berjalan santai menuju kelas masing masing. Terik matahari yang mulai meninggi. Namun, pagi itu tampak sepi. Langkah Putri yang perlahan berjalan santai agak lambat seakan akan tak berpijak lagi pada sang bumi. Tibalah Putri dikelas hanya seorang diri lalu segera duduk dikursinya yang berada di pojok belakang. Matanya agak terlihat sembab, sipit seperti anak cina. Tanpa kata hanya diam dalam berjuta bahasa. Namun matanya yang berbicara dengan apa yang telah terjadi, matanya sekali lagi menerawang waktu itu, sebelum terjadi sesuatu yang membuatnya jadi seperti ini, seperti kehilangan arah untuk hidup, seakan bila awan mendung yang berada di langit yang memuntahkan air matanya tak lagi menghadirkan cahaya cerahnya mentari, bahkan di saat air mata langit mulai mereda menetespun tak akan bisa ditemui lagi pelangi, serta waktu pun mungkin tak terasa berjalan lagi, dan satu hal yang ingin Putri inginkan hanyalah ingin pergi bersamanya... menyusulnya.... “ huft “ hela nafas Putri. 
Masih jelas memori ingatan seperti apa masa masa indah bersamanya, semua tampak begitu indah, keceriaan yang menghiasi kebersamaan mereka, dan apabila ada duka yang menghampiri tetap akan hadir keceriaan lagi. Putra, satu nama yang telah beberapa tahun belakangan ini mengisi hari hari yang Putri lalui. Tapi seketika ibarat pelangi tertutup kabut awan kelabu tanpa pernah lagi warna warna itu muncul, semenjak bermula satu minggu lalu dimana hari itu telah terjadi sesuatu pada Putra kekasihnya, Putra mengalami sebuah kecelakaan tertabrak bus yang sedang melintasi jalan yang mengakibatkan seketika itu juga menghembuskan nafas terakhir, pergi berada kealam yang berbeda. Putra telah pergi untuk selamanya tanpa pernah ada kesempatan untuk kembali.
 
Tanpa Putri sadari, dua sosok cowok sedari tadi telah memperhatikan Putri, salah satu dari mereka menghampiri Putri sementara yang satunya masih tetap berdiri memantau dari kejauhan.
“ hai ! “ sapa cowok misterius menghampiri Putri.

Tersentak dari lamunan, Putri menatap asal suara dan tanpa di sadari, satu sosok cowok telah berada duduk disampingnya.
“ kamu siapa ? “ mulai berbicara , Tanya Putri yang agak terkejut akan kehadiran cowok itu.
Sambil tersenyum cowok itupun menjawab. “ aku Ricky, kamu tentu sangat mengenalku Putri. “

Tersentak dari satu sosok yang berada di sebelahnya itu, Putri berusaha mengingat “ siapa dia ? mengapa bisa mengenal ku ? “ Tanya Putri pada dirinya. “ ah entahlah ! “ Putri pun membuyarkan fikirannya seakan ingatannya buntu untuk mengingat ingat apapun yang ada.
“ aku mengerti perasaan mu, kehilangan itu satu hal yang menyedihkan. “ ucapnya lembut

Putri merasa heran dengan sosok cowok tersebut. Seakan cowok itu tahu semua tentang Putri. “ Tapi siapa ? “ satu tanda Tanya yang muncul di dalam benak Putri.
“ apa yang harus kamu mengerti tentang aku ? diri ku dan keadaan ku ? “ ucap Putri agak sinis.
“ karena aku sama seperti mu Putri. Aku pun kehilangan ! “ raut wajah Ricky berubah muram, Ricky menunduk, Ricky pun mulai bercerita lagi. Sontak membuat Putri menjadi merasa bersalah atas ucapan yang baru saja Putri lontarkan.
“ aku juga seperti mu Put, aku juga turut merasakan apa yang Ia rasakan, kehilangan..... ! aku tak bisa mengelak kenyataan. takdir memang terkadang tak seirama dengan apa yang kita inginkan. Aku tak bermaksud meninggalkannya. Andai dia tahu, aku tak sanggup melihat Ia menangis. Ingin aku memeluknya, menenangkannya, menghapus kesedihannya dan satu hal yang aku ingin lakukan. Aku ingin membuat Ia tersenyum. Tapi, hal itu tak bisa tuk aku lakukan untuknya. Sikapnya seperti kamu saat ini Put, Membuat aku tidak tenang meninggalkannya pergi jauh ! “ ucap Ricky bercerita menerawang lurus kedepan.
“ kenapa kau harus meninggalkannya, jika kau tak ingin melihat kesedihannya ?. “ Tanya Putri merasa heran.
“ Put, kau tentu akan mengerti dengan sendirinya maksud dari kata yang baru saja aku lontarkan. “ nada Ricky yang misterius.

Tampak dari kejauhan satu sosok cowok yang melihat Putri dan Ricky. Ia ingin rasanya pergi mendekat menghampiri lalu memeluk Putri, ada rasa kesedihan yang memilukan melihat Putri yang seperti itu. Namun dari luar muncul dua cewek masuk kekelas yang sedang tengah berbincang bincang satu sama lain. Melihat Putri yang sedang duduk, mereka pun menghampiri.
“ Putri ! “ sapa Sesil lalu mendekat menghampiri Putri. Sontak Putri pun tersentak dan memandang mereka.
“ kamu yang sabar ya, gak terasa sudah satu minggu kamu baru masuk ke sekolah. Kami kangen sama kamu, tau...!. “ ucap Nindi agak centil mencoba menghibur Putri sambil memeluk sahabatnya itu.
“ gak ada yang kan abadi Put ! meski dia telah tiada, percayalah ! dia pasti gak akan inginkan orang yang Ia tinggalkan seperti kamu ini Put, murung gak habis habisnya ! masih ada warna lain dari cinta yaitu kita sahabat kamu. “ Ucap Sesil secara hati hati berusaha menghibur.
“ iya Sob, mungkin aku hanya belum terbiasa dengan keadaan seperti ini. “ ucap Putri menenangkan diri.

Teringat Putri akan sosok Ricky. Putri menelusuri sudut pandangnya kesegala arah. Tampak bingung raut wajahnya mencari cari satu sosok yang beberapa waktu lalu menemani Putri dan secepat kilat tanpa disadari dengan waktu yang bersamaan datangnya Sesil dan Nindi masuk kekelas menghampiri Putri. Sosok Ricky telah raib, ditelan bumi hilang entah kemana. Meninggalkan tanda Tanya yang menggantung.
“ ada apa Put ? apa yang sedang kamu cari ? “ Tanya Sesil agak heran.
“ aku mencari Ricky, Sil ! tadi sebelum kalian berada di sini, dia ada. Kalian ada gak ngeliat dia pergi ? “ Tanya Putri.
“ Ricky ? siapa dia ? kita hanya bertiga dikelas ini, gak ada yang lain. “ jawab Sesil.
“ ye…….. kamu ini Put, ngelawak ya ? gak lucu deh,,,,, masih pagi tau ! “ celoteh Nindi.

Putri tak menghiraukan ocehan Nindi, Putri malah merasa bingung, heran dan terus berusaha mencari sosok Ricky yang misterius. Datang secara tiba tiba dan pergi tanpa di duga. Putri melangkahkan kaki keluar teras kelas dari kejauhan Putri melihat Ricky dan satu sosok cowok, mereka menoleh kearah Putri dengan memandang tanpa ekspresi. Tak ada tawa maupun air mata. Tatapan yang tak bisa dijelaskan. Perlahan sosok mereka pergi semakin menjauh menghilang di lorong lorong kelas.
“ hei ! “ sapa Nindi mengejutkan.
“ oh ya, kenapa ? “ Putri terkejut.
“ masuk yuk, ada sesuatu yang pengen aku sampein nih... “ menarik Putri yang di teras luar menuju kedalam kelas.
“ Put. “ dengan hati hati kini Nindi berkata. “ dua hari yang lalu, teman yang di bonceng oleh Putra meninggal setelah koma beberapa hari di rumah sakit akibat kecelakaan itu. “
“ apa ? “

Putri tak mengetahui tentang hal itu, yang Ia tahu hanyalah kekasihnya. Putri shock pada berita meninggalnya kekasihnya. Semenjak saat itu tak ada lagi yang Putri tahu, Putri hanya mengurung dirinya di kamar tanpa mengetahui lagi tentang dunia luar. Baru seminggu setelah kejadiaan itu Putri pun berhenti menyendiri dan hingga tiba saat ini baru Putri melangkahkan kaki kesekolah.
“ temannya itu sama seperti kamu Put, Ia punya kekasih. Dan seperti sama yang kamu rasa. “ sambung Nindi bercerita lagi.
“ aku gak tau tentang temannya itu Nindi, siapa namanya ? “ tanya Putri masih dalam berduka
“ seingat aku kiki gitu deh namanya… aku juga kurang tahu banyak sih, tapi ets….. tunggu bentar ! “ Nindi mengeluarkan hanphone dari saku bajunya lalu mengotak atik dan memperlihatkan sebuah foto dan menunjuk salah satu dari mereka yang ada didalam foto itu. “ ini dia “ telunjuk tangan Nindi menunjuk satu sosok yang ada didalam foto tersebut.
Oo..o…,, Putri sontak lagi lagi terkejut, hari yang aneh penuh dengan kejadian yang membingungkan dengan misteri teka teki penuh tanda Tanya. Foto yang di tunjuk oleh Nindi tak lain ialah Ricky yang baru beberapa waktu lalu hadir disini menemui Putri. Sosok yang misterius meninggalkan tanda Tanya di kepala Putri kini sudah terjawab siapa dia. Putri hanya menahan air mata yang seakan memang telah habis terkuras kering tak berair. Terang saja, hal ini yang membuat matanya sembab. Keadaan hening walau secara normal suasana saat itu telah riuh. Tanpa di sadari bel pun telah berbunyi menandakan jam pelajaran pertma akan segera di mulai.
*****

“ aku juga seperti mu Put, aku juga turut merasakan apa yang Ia rasakan, kehilangan..... ! aku tak bisa mengelak kenyataan. takdir memang terkadang tak seirama dengan apa yang kita inginkan. Aku tak bermaksud meninggalkannya. Andai dia tahu, aku tak sanggup melihat Ia menangis. Ingin aku memeluknya, menenangkannya, menghapus kesedihannya dan satu hal yang aku ingin lakukan. Aku ingin membuat Ia tersenyum. Tapi, hal itu tak bisa tuk aku lakukan untuknya. Sikapnya seperti kamu saat ini Put. Membuat aku tidak tenang meninggalkannya pergi jauh ! “
Ucapan Ricky yang pagi tadi masih terngiang di telinga Putri. Entah mengapa, seakan kata kata itu menyiratkan punya pesan tersendiri untuk Putri. Putri melihat bintang dari jendela kamarnya menyendiri terus memandangi langit. “ engkau pasti berada di antara bintang itu, Putra. “ ucap Putri. Tatapan yang merasakan kesepian. Rasa kehilangan itu sampai detik ini pun masih terasa. Baru saja Putri bersama sama tertawa namun karena waktu, kini Putra pun telah tiada.
Malam pun semakin larut. Jam dinding telah menunjukkan pukul dua dini hari. Namun rasa kantuk belum juga menyerang mata Putri. Putri masih menatap langit dengan tatapan hampa terpaku menerawang dimensi lalu saat saat indah bersama Putra sang kekasihnya. Hingga Putri pun mulai lelah, beranjak menutup jendula. Putri pun merebahkan badannya di kasur dan mulai berkelana kealam bawah sadarnya.

Saat itu di mimpinya, Putri tengah berada di taman yang indah, tampak sebuah telaga dan ada sebuah kursi kecil di tepi telaga, tampak satu sosok cowok yang tak asing lagi bagi Putri. Putri sangat mengenalnya. Ya, itu adalah Putra kekasihnya. Putri pun berlari menghampiri Putra yang menyambut kedatangan Putri dengan sunyuman. “Sayang.... aku merindukan mu, aku kesepian tanpa kehadiran mu.” Sapa manja Putri sambil memeluk Putra.
“ sayang, aku juga merindukan mu.” Membalas pelukan Putri.
“ sayang, aku tak ingin melihat kau larut dalam kesedihan, maukah kau berjanji satu hal untuk aku ? Tanya Putra.
“ apa itu ? “
“ aku ingin kau selalu tersenyum meski tanpa ada aku menemani mu di samping mu sayang ? berjanjilah pada ku jika kau memang mencintai ku. “ ucap lembut Putra.
“ aku tak bisa Putra, aku tak bisa !. “ air mata Putri perlahan mulai menetes.
“ kamu pasti bisa ! mengertilah tentang hidup. Sadari keadaan ! apa yang ada di dalam hidup ini hanyalah sebuah titipan, tanpa kita sadari, Tuhan bisa saja mengambilnya. “ kata Putra lembut menjelaskan.
“ apa ini memang harus aku lakukan Putra ? “
“ iya sayang, tersenyumlah. Aku akan tenang berada diatas sana. Percayalah, aku selalu mengingatmu. Aku akan merasa sedih jika kau selalu menangis karena kepergian ku. Aku ingin kamu bisa jadi sosok yang tegar meski tanpa aku. Memang aku tak inginkan adanya perpisahan di antara kita. Namun, waktulah yang telah memanggil ku sayang…”

Dengan berat hati “ Putra, aku akan mencoba ! .” ucap Putri sambil berusaha menampakkan senyumannya.
“ aku ingin hati mu rela agar aku bisa tenang sayang. “ kata Putra.

Dari telaga itu, berlabuh sebuah kapal besar entah berasal dari mana. Tampak di atas kapal terlihat Ricky yang melambaikan tangan kearah Putri dan Putra.
“ sayang aku akan pergi, waktu ku telah menjemput ! ingat pesan ku.”
“ aku ingin ikut bersamamu Putra. Jangan tinggalkan aku,..” rengek Putri.
“ jangan sekarang sayang, percaya yakinkan aku di sana akan selalu menunggu mu.” Putra kecup kening Putri sebelum beranjak melangkah kan kaki kekapal.
“ sayang, biarkan aku tenang diatas sana tanpa kau usik dengan kesedihan mu karena aku. “ ucap Putra terakhir kalinya.
Kapalpun perlahan menjauh membawa Putra dan Ricky pergi, ada rasa enggan di hati namun Putra tak bisa berbuat apa apa terhadap keadaan. Ada tampak kesedihan diraut wajah putra. Sementara itu Putri dari pinggir telaga terus menerus memanggil manggil Putra “ jangan tinggalkan aku Putra…… jangan ……….! “ terus saja berteriak hingga Putri pun tersadar terbangun dari mimpinya itu. Tampak sepucuk surat telah tergeletak berada di sampingnya. Surat yang entah dari mana, Putri pun membuka untuk segera membacanya.
*****

Putri,,,,,
Terus tampakan selalu senyum mu untuk ku………
Ku tak kan ingin air mata mu menetes memancarkan kesedihan karena diri ku…..
Aku memang bukan jodoh mu di dunia ini,
yakinkanlah ada sesuatuu yang lebih indah dari aku di depan sana menunggu untuk mu……..
Aku mungkin bisa pergi meninggalkan mu……
Tapi tidak cinta ku….
Cinta ini akan tetap ada menanti mu di alam sana…..

Forever
Putra
****

Beberapa hari kemudian, Putri tak menampakkan raut wajah yang kusut seperti kaset kusut, murung tak menentu. Karena satu janji untuk mengenang cintanya. Tak ingin menampakan kesedihan itu lagi untuk Putra. Biarkan cerita ini mengendap dalam sebuah memori ingatan yang takkan terlupa menjadi sejarah kenangan indah bahwa dalam hidup Putri pernah ada Putra. “Senyum ini selalu ku persembahkan untuk mu… abdi ku yang terakhir atas cinta kita. Aku ingin kau tenang berada di alam sana.”ucap dalam hatinya tulus. Sambil menatap langit dan tersenyum Putri pun berkata lagi“ Putra, kau kado terindah yang pernah di titipkan Tuhan untuk ku” dari kejauhan di atas sana Putra membalas senyuman Putri.

Tamat

Jumat, 26 September 2014

I LOVE YOU FOREVER
Karya Agnes Putri

Siang yang begitu melelahkan, hari ini keluargaku sibuk menata rumah dan mempersiapkan makan siang. Aku Putri anak ke-dua dari mama papa, aku punya kakak cowok yang super nyebelin, namanya kak Erik. Semua anggota keluarga sibuk dengan pekerjaanya masing-masing. Aku sendiri sedang membersihkan debu-debu dengan kemoceng. “uhuk..uhuk..” aku batuk-batuk setelah debu itu masuk kehidungku. “yee.. kenapa lo? Bengek?.” Kak Erik meledekku. “apaan sih kak? Aku itu alergi debu tau!”
“alergi??? Yaiyalah kalo debu masuk kehidung pasti batuk .”
“itu tau..ahh kak Erik nih.” Akupun memukul punggung kak Erik dengan kemoceng. Kami pun terlihat bercanda saat bersih-bersih.
“eh..eh.. kalian itu apaan sih. Udah jangan bercanda ah. Gak ada waktu lagi ini.” Mama tiba-tiba datang.
“iya mah iya..” kataku 
Setelah semua beres, aku pun langsung bertanya dengan mama.
“ma, emang ada apa sih? Kok kita beres-beres rumahnya mendadak.”
“nanti itu ada tamu sayang.” Jawab mama.
“memangnya tamu itu spesial ya mah..” tanyaku lagi.
“hm.. spesial gak ya..” papa tiba-tiba menyahut dari belakang.
“ih.. papa, aku serius nih” gerutu aku.
“sudah kamu ganti pakaian gih sekarang, habis itu langsung turun ya.” Perintah mama.
“iya mah.” Tanpa membantah perintah mama, Aku langsung naik keatas, untuk ganti pakaian.

Setelah aku ganti pakaian aku langsung turun, aku mengenakan atasan putih trendy masa kini yang lebih casual dengan celana jeans hitam tanggung yang biasa kupakai. Dan nampaknya tamu itu telah datang. Aku pun segera menyapa tamu itu. Mama dan papa pun menyuruh aku untuk segera menyantap makan siang bersama tamu itu. Aku memerhatikan satu per satu tamunya, nampaknya satu keluarga.
“selamat menikmati makan siang ini, semoga aja suka.” Mama berkata setelah semua siap untuk menyantapnya.
“sebelumnya, kenalin dulu.. mereka ini anakku.” Mama tersenyum ramah kepada tante Murni dan om Andi juga anaknya, mereka semua adalah tamu hari ini.
“kenalin tante aku Erik, ini adikku, Putri.” Kak Erik langsung bersalaman kepada mereka, disusul aku.
“ohh.. cantik dan tampan ya. Tante juga mau kenalin, ini anak tante, Rizal ayo salaman!” tante Murni menyuruhnya.
“Om , tante, saya Rizal.” Rizal pun bersalaman dengan mama, papa, aku dan kak Erik.

Perkenalan pun usai, makan siang pun telah disantap. Kini saatnya mereka untuk mengobrol dan berbincang-bincang di halaman belakang. Aku pun pergi dari tempat itu, lalu aku keluar, bergegas kedepan teras. Gimana mau betah? Orang yang dibicarain juga masalah pertemuan yang udah lamaaa bangettt mereka tak berjumpa, apalagi waktu itu aku masih belum ada. Sesaat setelah aku keluar, rasanya aku ingin ke kamar mandi. Lalu aku masuk kedalam rumah. Tapiiii... ‘brakk...’
“aww.. ahhh!!!” aku ditabrak Rizal yang sedang membawa minuman soda berwarna merah. Sehingga minuman itu tumpah dibajuku yang berwarna putih.
“ups! Maaf..maaf.. gak sengaja.” Rizalpun segera membersihkan bajuku dengan tisu.
“ahh.. apaan sih?” aku melepaskan tangannya yg sedang mengelap bajuku.
“udah terlanjur.. gak bisa bersih lagi lah. Lagian lo baru disini juga udah buat ulah. Aneh-aneh aja lo!” akupun langsung naik keatas dan pergi meninggalkan Rizal yang masih ada di depan ruang tamu.
Setelah kejadian itu, aku gak keluar-keluar dari kamar. Tetapi, mama memanggilku. Mau nggak mau aku harus turun kebawah. Dengan perasaan kesal aku turun tangga namun dengan wajah tersenyum. Walau senyumku palsu!
“sini dong sayang.. kamu kenapa sih dari tadi diatas mulu. Ada tamu juga. sekarang mereka udh mau pulang.” Ucap mama yang menghampiriku.
lalu aku berjabat tangan dengan om dan tante, tapi tidak dengan Rizal. Memang, aku masih bete sama dia.
Setelah 2 hari kejadian itu berlangsung..

Aku pulang sekolah...
“assalamualaikum.. mamaa” ucap aku yg tiba-tiba membuka pintu dan tak kusangka ada tante Murni dan Rizaall!!! Appaaa?? Owhh tidak!! Ketemu cowok yang super nyebelin dengan gayanya yang sok sok-an itu.
aku pun langsung bersalaman dengan tante Murni. Lalu aku segera naik keatas untuk ganti baju. Tanpa bersalam sapa dengan Rizal, anak tante Murni. Setelah beberapa saat, aku turun. Dan aku melihat tidak ada siapa-siapa di ruang tamu. Memangnya pada kemana ya tamunya? Tanyaku dalam hati. Tak berpikir lama aku segera ke depan teras, namun yang kulihat hanyalah Rizal yang sedang duduk didepan teras. Aku tak menghiraukannya, lalu aku segera berlalu dari tempat itu, namun baru berbelok arah sedikit Rizal memanggilku.
“Putri.. tunggu!!” panggil Rizal yang mengetahui kehadiranku.
“apa lagi?” dengan tampang jutek aku melirik ke arah dia yang sedang berdiri dari tempat duduknya.
“oh iya kejadian yang kemaren, gue minta maaf ya” . aku mendengus kesal, si Rizal masih aja inget kejadian itu. Tau nggak sih? Gue kesel itu karna baju putih kesayangan gue yang baru beli jadi kotor dan gak bisa dipake lagi. Huh padahal itu baju model trendy masa kini.
“maafin gue ya” ucap Rizal lagi. Aku diam. Tapi aku tak bisa apa-apa untuk melawan.
“huh yaudah iya.” Ucapku dengan nada jengkel.
“maafnya nggak ikhlas nih!” sahut Rizal.
“ehh kata siapa gue ikh..ikhlaas kok.” Ucap aku sedikit gagap.
“dari nadanya aja ketauan.” Lirik Rizal dengan gayanya yang sok meyakinkan.

Emang nyebelin yah tuh anak. Tau aja kalau gue masih belum ikhlas. Tapi, buat apa ya gue terusin. Harusnya gue gak boleh begini, gue harus ikhlas dong. Aku pun melirik dia dengan ucapanku yang meyakinkan.
“oke.. gue ikhlas. Udah lupain aja kejadian itu.” Jawab aku tenang.
“serius. Kalau perlu gue ganti deh baju lo” Ucap rizal yang sekarang ada dihadapanku.
“ngg..nggak usah.” Aku menolaknya.
“yakin?”
“iya yakin”
“kalau gitu senyum dulu dong.” Pinta Rizal sambil tertawa.
“ih.. apaan sih. Nih gue senyum. Puaasss??” jawab aku sambil menunjukan senyumanku.
“nah.. gitu kan jadi manis.” Ledek Rizal.

Akupun hanya tertawa mendengar ledekan Rizal itu. Dia bisa bikin gue tersenyum. Tapi aku tak memikirkan hal itu. Kini hubungan aku dan Rizal berjalan biasa saja. Sesaat kejadian itu, aku yang baru keluar mengambil minuman, melihat Rizal sedang memainkan gitar. Hmm.. ternyata ia pandai juga memainkannya. Siswa SMA kelas 2 tersebut dengan lembut memainkan gitar dan suaranya pun tak kalah dengan musisi papan atas Indonesia.
“kenapa lo nggak jadi penyanyi aja?” tiba-tiba aku datang membawa 2 cangkir minuman ke ruang tamu.
“hm.. gue udah bikin band kecil-kecilan kok, tapi gue masih sibuk sekolah.” Jawab Rizal.
“oohh.. bagus.” Aku mengangguk tersenyum.
“lo mau gue nyanyiin lagu apa?” Rizal menawarkan aku.
“eh.. boleh? Hm.. kalau gitu apa aja deh.”
Rizal pun memainkan gitar dan menyanyikan sebuah lagu. Tapi kenapa lagu itu romantis ya kedengarannya. Aku hanya tersenyum. Tapi apa arti senyumku ini? Apakah senang? Bahagia? Atau bangga? Aku nggak tau kenapa tiba-tiba aku jadi respect kalau dekat Rizal.

Beberapa bulan kemudian...
Aku merasa kesepian, apa karna ini aku sedang menjomblo ya? Mungkin sih? Tapi aku bahagia. Aku masih membayangkan sosok Rizal yang ternyata tidak seburuk yang aku kira. Aku begitu menyesal waktu itu pernah membencinya. Kini aku begitu merindunya. Hah? Perasaan apa ini? Tiba-tiba datang menghampiriku. Pertemuan dengannya waktu itu membuat aku terus memikirkannya. Tiba-tiba......
‘tok-tok-tok....’ suara pintu membuyarkan lamunanku. Aku terhenyak, lalu aku bangkit membuka pintu. ‘ckrreeekk’...
“Rizal!!!!” aku kaget.
“Putri.. apa kabar?” Rizal datang kerumah dengan membawa gitar yang sedang dipegangnya.
“g..gue baik. lo kesini sendiri?” tanya aku.
“iya gue sendiri.”
“hm.. kalau gitu masuk aja.” Ajak aku.

Aku dan Rizal pun masuk, lalu pergi ke halaman belakang. Aku membawakannya minuman, lalu aku duduk. Ia pun sedang asik memainkan gitarnya. Lalu kami berbincang-bincang.
“hmm.. ada apa lo kesini? Tumbennya ?” ucapku memulai perbincangan.
“gak tau. gue bete aja dirumah. Jadi gue kesini.” Jawab Rizal tenang.
“haha emangnya ada apa sama rumah gue? Emang bisa bikin bete lo ilang apa?” ledek aku.
“hahaha gak tau yaa kenapa?” Rizal pun tertawa.
“oh ya tapi gue kesini punya alasan lho!” lanjut Rizal.
“alasan apa?” tanyaku penasaran.
“karna gue mau kasih sesuatu ke lo.” Tiba-tiba Rizal berubah menjadi lebih lembut.
“apa itu?” tanyaku lagi makin penasaran.
“gue mau persembahkan lagu ini ke lo.” Lalu Rizal menyanyikan lagu dengan lantunan gitar dan dengan nada yang romantis.. lalu Rizal berkata...
“Putri... gue suka sama lo. Mau nggak kamu jadi pacar aku?”
‘ DERRRRR!!!!’ bagaikan suara tembakan yang menggelegar ditelingaku. A..a..akuu.. terharu. Akupun tak menyangka bila Rizal akan berkata seperti itu. Jujur, aku senang mendengarnya. Namun aku belum siap untuk menjawabnya.
“maaf.. mungkin bagimu ini mendadak. Tapi aku telah memutuskan semua ini lama. Aku mulai merasa sangat nyaman bila berada didekatmu. Namun apakah salah aku berkata seprti ini kekamu?” tiba-tiba Rizal berkata dengan lembutnya, bahkan dia mengucapkan kata aku dan kamu. Romantis,..
“tapi..?”
“tapi apa?, jawab yaa, mau nggak kamu jadi pacar aku?”
aduuhh.. gimana yaa? Gimana nii? Aku bingung? Bagiku ini sih terlalu cepat. Tapi... aku gak mau nyia-nyiain kesempatan ini. Lagipula, kan aku lagi jomblo. Dan aku merasa kesepian. Siapa tau aja dia bisa menghibur aku. Apa aku terima aja ya? Aku coba terima deh...
“aa..a..aku aku mau” akupun menjawabnya, dan tiba-tiba Rizal meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat. Aku hanya tersenyum.

Kini rasa bahagia menyelimuti hatiku, aku bagaikan tertiup angin semilir yang membawa cinta diudara. Badanku gemetar, hatiku tak sanggup menahan kuasa cintanya. Ternyata, aku mulai membayangkan sosok yang ada dihadapanku ini. Kini aku akan melewati hari-hariku dengannya. Jantung ini tak berhenti berdegup kencang. Menandakan bahwa cintaku ada didekat sini. Rasa itu?? Tak akan pernah berhenti hingga ku lewati hari-hariku terus bersamanya. Semakin hari.. semakin sayang.., makin berganti bulan , makin mesra pula. Aku yang akan duduk di bangku SMA kelas 1, menyambut hari bahagianya Rizal yang kini telah lulus SMA dan sudah mulai kuliah. Aku merasa senang. Meskipun beda usia. Bukan berarti cinta kita berbeda. Aku menyayanginya begitu tulus. Sehingga, tak kusangka aku sudah melewati 2 tahun lamanya kita berpacaran. Aku dan Rizal pun tak menyangka. Kita yang slalu jarang bertemu. Karna Rizal, sosok yang tengah sibuk akan bandnya. Kuliahnya kini, dan sering pulang-pergi keluar kota karna kontrak tertentu. Walau aku menjalani cinta long distance relation-ship ,aku tetap bahagia. Sampai sekarang hubungan kita baik-baik aja. 

Sampai pada waktunya cinta kita dipertemukan pada akhir desember.
“aku bete..! eh Rizal lagi ada di TL nih!” aku yang bete didalam kamar, membuka handphone dan mengecek twitter, melihat ada Rizal yang lagi on twiit sekarang. Wajahku pun berseri-seri.
“tapi ini siapa yah? Kok ada akun cewek lain yg berinteraksi sama dia.” Aku bertanya dalam hati. Tapi aku tak mempermasalahkan itu. Ya, aku sedang senang, karna hari ini Rizal ada di Jakarta. Akupun ingin memberi surprise ke dia. Tak berpikir panjang aku segera ganti baju dan berangkat kerumahnya dengan diantar supir pribadiku. Sepanjang perjalanan, aku mulai berfikir. Mengapa Rizal tak mengabariku kalau dia ada di Jakarta sekarang. Tapi kenapa dia malah update status di twitter, dan mentionan sama orang lain. Bahkan itu adalah cewek lain. Aku mulai curiga, tapi dalam hati kecilku aku harus berfikir positif. Sesampainya didepan gerbang rumah Rizal. Aku masuk dan megetuk pintu rumah Rizal.
“Putrii??!!” sapa tante Murni, setelah membukakan pintu itu.
“iya tante, saya kesini mau cari Rizal tan, Rizalnya ada?” tanya aku langsung tanpa basa-basi.
“Rizalnya baru aja pergi. Memangnya ada apa?”
“eng.enggak kok tan. Cuma pengen ketemu aja. Hm.. Rizalnya pergi kemana ya tan, kalo boleh tau?”
“Rizal sih biasanya pergi ke studionya.” Jelas tante Murni.
“yaudah deh, oh ya nih tan ada kue buatan mama. Silahkan dicoba ya tante.” Aku memberikan sekotak kue untuk tante Murni, yang aku persiapkan sebelum berangkat.
“makasih ya Putri, pasti ini enak.”
“sama-sama tante, aku pergi dulu ya.” Akupun langsung pamit. Lalu segera pergi ke studio dimana Rizal berada. Sesampainya aku disana, aku langsung memasuki ruangan yang ada dalam studio itu. Rasanya nyaman. Ruangannya pun sepi. Tapi inikan baru dilantai bawah. Aku segera naik keatas dilantai 2 biasa Rizal dkk berlatih vokal dan musik. Suara alunan musik pop sudah terdengar, menandakan memang ada yang berlatih disitu. Tak kelak suara Rizal yang mengalir melankholis. Aku semakin bersemangat menaiki tangga demi tangga. Ketika sampai akupun disambut oleh kawan-kawan Rizal yang sedang berlatih, ada Ando di drum, Madi di gitar 1, Raka di gitar 2, dan Indra di bass. Mereka sangat senang dengan kehadiranku ini. Apalagi Rizal yang langsung menyambutku dengan sebuah pelukan. Rasanya bahagia banget... tapiii?? Ketika berada didalam pelukan Rizal aku melihat seseorang yang duduk disudut sofa. Cantik. Siapakah dia? 
Aku mulai penasaran. Segera kulepas pelukan Rizal. Dan menatapnya.
“Rizal, itu siapa?” tanyakku dengan lembut.
“ohh ini.. kenalin dia partner kerjaku, Vika.” Tunjuk Rizal dengan senyuman ramah pada Vika.
Vika? Tunggu tunggu? Kayaknya pernah kukenal namanya. Dimana ya? Oh? Hampir aja lupa? Kini aku ingat. Dia Vika. Yang sempat aku lihat namanya terpampang di TimeLine. Tapi...
“ayo kenalan!!” ajak Rizal yang menggandengku kearah Vika.
“hey kenalin, aku Vika.” Ujar cewek itu yang segera beranjak dari sofanya, dan ternyata selain dia cantik, dia juga tinggi... aku pun merasa terlihat pendek. Ya, maklum aku kan masih dalam masa-masa pertumbuhan anak SMA. Wajar aja kalau tinggi tubuhkan tak kurang dari 160 cm.
“aku Putri.” Akupun menerima jabat tangannya dengan senyuman yang penuh tanda tanya. Mengapa tanda tanya? Karna aku masih penasaran hubungan Vika dengan Rizal. Mengapa dia berdua nongol di TL? Seberapa sibuknya Rizal sampai sempat membalas tweet Vika dibanding aku yang juga udah berkali-kali menanyakan kabarnya lewat twitter. Satupun belum ada yang dia balas. Tapi.. aku masih penasaran apasih yang dia bicarain di TL. Akupun segera menyandarkan tubuhku ke sofa. Rizal yang sedari tadi memperhatikan tingkahku hanya tersenyum jahil kepadaku. Akupun sedikit meliriknya. Tetapi tidak menghiraukannya. Merekapun akhirnya melanjutkan latihannya. Lalu akupun sibuk dengan urusanku sendiri. Kuraih handphone-ku yang berada dalam saku. Kubuka twitter, lalu...???!!! apa??!! Apa yang aku lihat barusan. Tidak mungkin seorang partner ada hubungan spesial seperti ini. Kulirik Rizal dan Vika bergantian, namun sesaat aku menengok kearah Vika, ada tatapan yang begitu mendalam ke Rizal. Kenapa dia menatap seperti itu? Apa jangan-jangan dia suka? Kulihat lagi Rizal yang masih fokus pada vokalnya itu. Lalu kupalingkan padanganku pada layar yang terpampang pada twitterku kali ini.
iyaa sama2 Vika Sayang {} RT @Vika21 oke makasih ya Rizal kece ;;) RT @Rizal_pradana sip ditunggu ya hari ini ;)

Aku terdiam. Wajahku tak bergerak, bola mataku hanya fokus pada layar kecil yang ada ditanganku. Aku memperhatikan kata demi kata. Mengapa Rizal bisa bilang sayang ke orang lain selain aku. Aku menatap Rizal dalam. Bingung. Hanya itu yang aku lihat dari kejauhan. Rizal yang masih terlihat fokus pada latihannya sama sekali tidak melihat kearahku. Tapi tak apa. Sehingga dia tidak melihatku yang nampak curiga. Aku juga tidak ingin seperti ini. Tapi...
“Rizal aku pulang dulu ya..!” kuraih tas kecilku dan beranjak dari sofa lalu berjalan menuju tangga yang membawaku turun dari lantai 2.
“Putri!! Tunggu!!” Rizal pun memanggil-manggil namaku tapi aku tak menghiraukannya. Kulihat dia sedang berlari mengejarku yang sudah turun ke lantai bawah. Aku terus berjalan cepat, ketika aku ingin membuka pintu keluar. Rizal langsung meraih tanganku, dan menarikku kedalam.
“Putri kamu kenapa sayang? Kenapa tiba-tiba kamu pergi, ada apa?” Rizal menatapku heran. Aku bingung. Entah harus apa yang aku katakan.
“aa-a-aku.. aku gak kenapa-napa, aku Cuma pengen pulang aja.” Aku tergagap, karna bingung harus jawab apa.
“kamu yakin gak kenapa-napa. Aku lihat muka kamu tiba-tiba beda sayang. Kamu kenapa?” tanya Rizal lagi yang masih belum percaya.
“aku.. aku mau pulang!” aku menaikan alis dan sedikit keras mengeluarkan suara.
“yaudah aku antar yaa..” Rizal langsung memeluk aku, dia mengelus bahuku. Aku hanya diam dalam pelukan. Aku nggak sanggup. Aku nggak sanggup bila harus kehilangan Rizal. Rizal begitu sayang sama aku. Nggak mungkin kalau dia mengkhianati aku. Aku harus positif thingking. Karna siapa tau, analisa aku salah.
“nggak usah. Aku bisa pulang sendiri. Lagipula, kamu belum selesai kan latihannya?” aku melepaskan pelukan Rizal dan menatapnya.
“aku bisa lanjutin nanti kok latihannya. Yang penting aku mau antar kamu pulang dulu.” Ujar Rizal seraya membelai pipi mulusku. Dia menatapku begitu dalam. Aku bisa merasakannya. Saat ini aku bisa mendengar detak jantungnya untukku. Kutatap dia penuh cahaya. Aku bisa meraih lehernya, sekarang dia begitu dekat denganku. Sebuah jarak bisa diukur dengan jari. Aku memejamkan mata, kurasakan denyut jantungku terasa lebih cepat. Bibirku mulai gemetar, bisa kurasakan ada yang ingin menyentuhku saat ini. Kunikmati itu semua. Namun, kurasa cukup lama. Aku tak mau mengganggunya latihan, pikirku.
“yaudah, yuk pulang!” ucapku setelah melewati masa berumanku tadi.

Rizal mengangguk senang. Dia tersenyum. Manis sekali. Kusejajari langkahku bersama pacarku ini. Aku menggandengnya selama di perjalanan menuju parkiran. Tak hayal, canda tawa kita lalui sama-sama. Kagum. Dia begitu ceria. Sehingga, semuanya berlalu begitu cepat.
“nggak nyangka, udah nyampe rumah aja” ucapku dalam canda setelah sampai didepan gerbang rumahku.
“hahaha.. bilang aja kamu masih pengen sama aku, ya kan?” ledek Rizal sambil menarik hidungku yang gak terlalu mancung, tapi gak pesek.
“udah ah, sakit tau.”
“apa kamu masih mau aku temenin seharian ini, kan kita udah 2 bulan gak ketemu.” Sahut Rizal. Serius nampaknya.
“aku... hm... tapi gimana dengan latihanmu? Kasihan anak-anak pasti nunggu kamu disana.” Tak kalah seriusnya dengan Rizal.
“yee.. itu tau. Berarti kamu ngerti ya, kamu emang pacarku yang paliinngg ngertiin aku deh.” Ledek Rizal yang tiba-tiba berubah jadi nggak serius lagi. Dengan tampang yang nyebelin, sambil mencolek daguku yang hampir aja bikin aku kaget.
“oohh.. ternyata kamu gituu yaa.. yaudah deh sana-sana gih latihan.” Ucapku pura-pura marah, lalu keluar dari mobil dan menutupnya agak keras. Sepertinya Rizal kaget, hehehe. Dengan muka yang masih ditekuk aku melangkahkan kaki menuju pintu. Tapi tanganku seketika ditarik dari belakang. Aku menoleh. Tak lain adalah Rizal. Dia masih belum pergi.
“apa lagii??? Bukannya sekarang harus latihan ya.” Ujarku jengkel.
“tapi aku masih kangen sama kamu, apalagi kalau kamu lagi cemberut, makin manis dilihat.”
“apa kamu bilang?? Uhh,,” aku menggertak rahangku, membuat Rizal agak mundur.
“udah udah.. kamu jangan marah dong sayang. Maaf ya aku bikin kamu jengkel terus.”
“yaudah sana. Aku mau masuk dulu.” Aku membalikan tubuhku kearah pintu.
“tunggu sayang, ada yang ketiggalan?”
“apa?” setelah aku menoleh, tiba-tiba kecupan mendarat tepat dikeningku. Aku tersipu malu. Disaat saat seperti ini, Rizal masih aja ya ngelakuin ini. Dimana udah 2 bulan lebih aku nggak mendapatkan kecupan seperti yang biasa dilakukan Rizal.
“aku sayang kamu. Jangan lupa nanti kamu aku telfon ya.. aku ingin denger suara kamu yang cempreng itu. Aku tunggu ya sayang.” Ucap Rizal lembut seraya membelai rambutku yang lurus sebahu.
“iya sayang, pasti.” Aku tersenyum bahagia. Bahagia sekali.
“oh ya, aku tahu kenapa kamu tadi buru-buru minta pulang.” Tanya Rizal tiba-tiba.
“kenapa?”
“pasti kamu cemburu ya lihat Vika tadi.”
“e..enggak kok. Apa sih yang aku cemburuin. Lagi dia bukan siapa-siapa kamu kan?”
“jelas bukan lah, dia Cuma partner kerja aku sekarang. Tapi sebelumnyaa....”
“sebelumnya apa?” tanyaku jadi penasaran.
“sebelumnya dia sempet jadi teman dekatku beberapa tahun lalu. Tapi kan sekarang aku udah jadi milik kamu, nggak mungkin dong aku berpaling ke dia. Walaupun dia kelihatannya masih suka sama aku.” Rizal menjelaskan. Aku hanya diam. Terpaku.
“ja..jadi dia suka sama kamu.?”
“iyaa.. tapi itu dulu sayang, sekarang gak tau deh yang sebenarnya. Udah kamu jangan dipikirin lagi ya”
“tapi..tapi tadi kenapa kamu bilang sayang sama dia di akun twitter?”
“ohh.. itu. Ehh gapapa kok, Cuma mau ngasih penghargaan aja sama dia. Dia udah mau bantuin aku nyusun jadwal manggung aku yang bentrok, terus dia juga yang atur latihan kita. Udah itu aja kok sayang, kamu cemburu yaa...” jelas Rizal sambil meledekku.
“eng..enggak kok, awas yaa kalau kamu ada apa-apa sama dia.”
“tuh kann.. ketahuan nih kalau cemburu. Gapapa kok sayang, cemburu itu tanda cinta.”
“iya deh sayang iya, iyaa cembuuru sama kamu, karna aku sayang dan cintaaa sama kamu. Udahkan sayang puass??!” aku mendelik kesal. Walau hanya pura-pura. Dalam hati aku tersenyum bahagia.
“haha.. kamu nih slalu bikin aku tertawa, yaudah aku balik dulu ke studio ya? Nanti aku telfon kamu. Bye sayang, jangan lupa makan ya?!” ucap Rizal seraya jalan menuju ke gerbang.
“oke.. kamu hati-hati ya sayang” tak kalah aku juga memberi perhatian pada Rizal.
“siipp. I Love You.”
“I Love You too”

Betapa bahagianya aku saat ini. Sempat aku berpikiran yang aneh-aneh terhadap Rizal. Aku mengira dia mengkhianati aku. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala ketika berpikiran seperti itu. Wajar aja, karna aku sangat sayang sama kamu. Aku merebahkan tubuhku diatas ranjang, ketika sudah sampai dikamar. Mengambil pigura yang terletak di meja, tak jauh dari ranjangku. Aku membayangkan sosok itu. Rizal yang aku sayangi saat ini. Sampai kapanpun. Dia selalu membuatku bahagia. Kupeluk pigura bersama sosok itu dalam dekapan. Kupejamkan mataku, kubayangkan lagi masa-masa terindah dalam hidupku. Berwarna, ketika bersama dia. Intinya, kita berkomitmen saling menjaga perasaan masing-masing. 

Membuat hubungan ini akan selamanya berjalan. Menuai asa cinta yang sesungguhnya. Melayang jauh aku kemasa-masa yang akan datang. Hanya satu, aku hanya ingin bersamanya nanti. Menjadi yang terbaik, untuk hidupnya dan untuk hidupku. Tuhan.. jaga cintaku ini. Jangan sampai pergi, karna aku hanya mencintai ciptaanmu yang satu ini. Sungguh aku sangat menyayanginya. Hening. Akupun terlelap dalam angan, dan bayangan.

The End